Jumat, 30 November 2012

Refleksi, Pilkades Kese 2012


(saya tulis suatu malam, insya Alloh dengan emosi yang benar-benar telah reda)

Usai sudah rangkaian acara Pilkades Kese 2012, kemenangan symbol padi (Mardiyanto) atas ketela (Fajar Hidayat) mengantarkan Kese pada era baru kepemimpinan. Harapan saya sebagai warga (meski hanya warga musiman – setahun sekali) pemimpin Kese kedepan mudah-mudahan amanah, mampu menjalankan roda kepemimpinan di kese sehingga semakin makmur, aman lan penuh berkah.
Pilkades ini sedikit banyak menyita porsi pemikiran dan energy saya sejak awal hingga akhir. Sehingga usai pilkades ini saya ingin menuangkan tulisan ini untuk sebuah refleksi yang mungkin dapat saya jadikan pelajaran hari ini atau kelak, oleh saya sendiri atau anda yang sempat membacanya;
-----------------------

Kekalahan Fajar dalam pilkades Kese, diakui atau tidak menunjukkan betapa uang masih menjadi panglima. Masih banyak orang memilih karena diberikan sejumlah uang. Ironisnya adalah, perubahan dukungan yang di akibatkan pemberian uang itu terjadi beberapa jam bahkan menit sebelum pencoblosan. Banyak orang melupakan janji sebelumnya untuk mendukung Fajar (yang memang tidak memberikan uang), luntur begitu saja terlupakan demi lembaran uang tunai. Entah apa yang ada di kepala orang-orang itu, hingga melupakan janjinya.  Ikatan janji yang diberikan oleh warga ketika fajar sowan satu persatu ke rumah  untuk meminta dukungan dilupakan, tergantikan oleh fulus.

Lebih ironis lagi, beberapa warga yang pada menit-menit terkhir ditempel dengan uang untuk mengubah dukungan, adalah mereka yang memiliki hubungan nasab (keturunan) dengan calon terpilih (Mardiyanto). Sehingga selain uang tunai yang menggiurkan, pembenaran lainnya adalah mereka memilih saudaranya sendiri sehingga jumbuh dengan hadits-hadits shoheh yang merujuk pada “membangun silaturrahim” dan ancaman bagi orang-orang yang “qot’urrahim” (memutus silaturrahim). Saya hanya berasumsi bahwa si pembagi uang "menggunakan" pendakwah, entah kyai atau apa untuk menyebarkan hadits-hadits tersebut. Setidaknya mekanisme menyebar opini penggunaan hadits tersebut seiring sejalan dengan pembagian uang - bisa bersamaan bisa tidak.

Dengan demikian orang-orang yang kemudian berganti pilihan (dari ketela ke padi) merasa sangat benar, bahkan haqqul yakin apa yang dilakukan itu “diridhoi” Alloh. Melupakan janji hanya demi “hadits” yang telah ditempel dengan lembaran-lembaran merah uang rupiah bukan suatu kesalahan menurut mereka. Na’izubillah – (Yang ini berdeasar kesaksian).

Kalo saja hadits ini konsisten dipakai dan diamalkan, ceritanya akan lain, tetapi karena sejarah warga Kese (saya tidak akan menyebut kelompok mana) telah beberapa kali mengingkari hadits ini, saya menjadi ragu, bahwa penghianatan atas dukungan kepada Fajar tidak semata karena  hadits ini tetapi ada hal lain yang sifatnya instan belaka. Wallohu’alam.

Saya tidak sedang menuduh bahwa uang-uang yang dibagikan adalah uang calon agar memilihnya, tetapi bias jadi uang-uang itu adalah milik para penjudi yang menginginkan jagoannya menang. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam setiap even pilkades, pasar taruhan “toh-tohan” sangat besar jumlah maupun nominalnya.

Sekali lagi saya tidak membidik calon terpilih tetapi saya mencermati pemilih, bahwa  dukungan pada pilkades Kese 2012 masih diwarnai dengan politik uang. Padahal orang Kese yang tukang ngaji pasti ingat bahwa memilih calon karena imbalan uang dikategorikan sebagai risywah atau suap yang barang tentu haram menurut agama.

Harga diri seseorang masih terbeli dengan dua ratus atau tiga ratus ribu dalam pemilihan ini. Jasa baik, hubungan yang kenthel, janji yang terucap dilupakan begitu saja demi uang yang telah dilegitimasi dengan berbagai pembenaran bahkan dengan sabda Nabi sekalipun. Halal haram tak lagi penting, dari mana dan dari siapa uang itu tak lagi masalah, kepentingan instan yang lebih mengedepan. Lebel-lebel dalam masyarakat, digadaikan dengan murah, wejangan-wejangan kyai, tak berbekas.

Saya menyayangkan para pemilih yang dibutakan dengan uang dan kepentingan sesaat. Ini salah siapa??? entahlah mungkin kita semua, tapi setidaknya saya telah mengajak diri saya dan anda melalui forum facebook, dan pertemuan lain untuk menciptakan pilkades Kese yang bersih jauh sebelum pilkades ini digelar, masih ingat bukan?

Menilik kebelakang sejarah majunya fajar dalam kancah Pilkades Kese, bagi saya dimulai suatu ketika dia gtalk saya ( sekitar oktober 2011), dalam gtalknya dia menyatakan bahwa ada beberapa orang menginginkan dirinya maju dalam pilkades. Saat itu belum ada kepastian kapan adanya pilkades hanya kemungkinan akhir 2012, bakal calo lain belum terlihat apalagi mengibarkan bendera. Rasanya memang terlalu dini, tetapi untuk sebuah niat besar dan baik tak ada salahnya dimulai dari awal.
Kala itu tekad Fajar belum bulat, banyak hal yang dia belum yakin, sebagai missal dia menyebut dirinya “jago crondol” (miskin). Ada keraguan terkait permasalahan logistic dan keuangan jika dia harus maju nyalon dalam pilkades.

Namun satu hal yang menarik, dalam obrolan siang itu, bahwa orang yang mendukung dia maju menyemangati dia untuk maju dalam pilkades dengan meninggalkan cara lama yang menghambur-hamburkan uang. “Siapkan saja biaya pendaftaran, gak usah bagi-bagi uang kamu maju jadi calon kades, pasti banyak yang dukung”, begitu dia disemangati oleh tokoh itu. Sampe pada kesimpulan bahwa saya bertekad “siapapun lawanmu, aku akan ngrungkebi darmaku untuk membelamu dengan syarat, seperti yang diatas, “tanpa politik uang” itu penutup obrolan saya dengan Fajar.

Dari situ saya memberikan masukan-masukan agar  Fajar terus menyusun strategi, beberapa tokoh saya minta agar disowani langsung oleh Fajar dengan intens. Keluarga intinyapun belum tahu semuanya, tetapi satu persatu diyakinkan untuk hajat besar ini. Bolak-balik Jakarta-Kese dia lakukan untuk koordinasi dengan orang-orang yang dia anggap mempunyai pengaruh. Disisi lain dia merangkul anak-anak muda untuk mendukungnya, hasilnya luar biasa, tidak saja anak-anak muda Kese yang berdomisili di Kese yang rela membelanya sampe titik darah penghabisan, bahkan anak-anak perantauan ikhlas mendukungnya.

Terbukti sekitar 20an orang pemuda-pemudi kese perantauan pulang kampong mendukungnya, tanpa embel-embel disangoni atau diamplopi, untuk ini saya sangat terharu.  Banyak diantara mereka yang pulang kampong harus rela berganti sift, kehilangan uang lembur, bahkan dipotong uang makannya demi ijin untuk bias menunaikan hak pilihnya dikampung mendukung Fajar. Hujan deras tak menghalangi mereka untuk berkumpul, berangkat dengan kendaraan yang seadanya mereka pulang penuh kebersamaan. Suatu malam saya menatap mereka satu persatu, dan saya memperoleh energy yang luar biasa, bahwa mereka pulang atasnama kebersamaan ikhlas mendukung Fajar, meskipun beberapa diantara mereka harus berbeda pilihan dengan sanak keluarganya.

Di lain pihak, saya bangga, tokoh yang mendukung Fajar bukan saja tokoh-tokoh konservatif yang kolot, tetapi juga tokoh-tokoh yang well educated, yang tercerahkan pemikirannya, sehingga saya merasa benar mendukung calon ini. Tokoh-tokoh yang mendukungnya sebenarnya tokoh yang “laku” dijual atas nama kebenaran dan tauladan sedikit  cacat di masyarakat dan punya rekam jejak pengabdian panjang kepada warga Kese.

Pun kemudian kalah, orang-orang ini sangat lilo legowo, tidak emosional, tidak dendam, dalam tangis kalahnya dia membangun kepercayaan dan saling menguatkan, kepada siapapun yang menangisi kekakalahan ini bahwa, “semua ikhtiar baik, telah dilakukan tetapi Alloh memilih lain, jangan berkecil hati jagat iki isih ombo, Alloh pasti punya tempat untuk kita yang kalah disini”.

------------------------

Buat anda tulisan ini mungkin karena saya dalam posisi mendukung yang kalah, sehingga terkesan hanya menghibur diri “padune kalah”, boleh saja begitu. Tetapi buat saya, pesan yang ingin disampaikan adalah bahwa demi uang apa saja bisa dilakukan dan dengan uang bisa melakukan apa saja. Satu hal yang tidak terbeli oleh uang adalah kebahagiaan, karena kebahagiaan tempatnya ada di hati yang ikhlas, dan hati yang ikhlas adalah bersemayam sekaligus mata air kebenaran, dan ingat, setiap kebenaran datangnya hanya dari Alloh.

Selamat untuk anda yang memilih, dengan elegan, tanpa harus menggadaikan harga diri anda, meski mungkin "jagoan" anda kalah, anda masih bisa berjalan dengan muka tegak baik di bumi dan Insya Alloh di akhirat nanti (jika anda percaya).

Untuk anda yang telah berusaha menciptakan pilkades Kese yang bersih, terima kasih saya sampaikan,,, Tuhan mboten sare, pasti akan membalas setiap kebaikan anda... semoga.

------------------------

Setelah ini harapannya adalah, saya dan temen temen semua berkenan nyengkuyung bareng, mbangun deso, kanti niat kang becik. Hilangkan semua dendam, hindari fitnah yang merusak silaturrahmi, lupakan persaingan meski sebuah pengkhianatan kadang terasa sangat menyakitkan.

Sekarang, kepentingan bersama jauh lebih penting daripada ego masing-masing pribadi, Semoga Alloh memberikan kelapangan hati bagi kita yang merasa “kalah” untuk bias legowo dan semoga Alloh menuntun mata  hati mereka yang merasa “menang” sehingga tidak jumowo tersungkur dalam kesombongan


– Wallohu’alam

Kamis, 23 Agustus 2012

Lebaran Kali Ini Tanpamu, Ibu


Hari ini (17 Agustus 2012) rasanya cepat sekali waktu berputar, sepulang ngajak anak-anak nonton film, mulai jam 3 sore, istriku sibuk packing dan beres-beres rumah untuk ditinggal pulang kampung besok. Aku tertidur karena rasanya lelah setelah sesiang main dengan anak-anak.
Sore ini rencananya, setelah selesai packing kita akan meluncur ke rumah mertua dan buka bareng disana, habis sholat traweh baru akan meluncur ke kampung. Tapi sepertinya rencana itu sulit di raih. Hingga sore menjelang magrib, di dinding jam menunjuk angka enam kurang seperempat, aksi beres-beres belum kelar, apesnya tak ada makanan yang disiapkan karena memang dari awal kita merencanakan untuk buka bareng.
Beruntung ada mie instan, dan dengan secepat kilat aku rebus bersama telor untuk sajian buka sore ini,,, Subhanalloh tetep saja buka kali ini nikmat sekali.
-----------------
Gak tau kenapa, untuk rencana pulang kampung lebaran taun ini aku dari awal gak begitu semangat, rasanya datar-datar aja. Aku gak terburu-buru untuk segera pulkam meski libur telah dimulai dari tanggal 17. Makanya aku putuskan untuk pulang H-1, dengan alasan mudah2an sudah tidak terlalu macet.
Tahun ini pertama aku lebaran tanpa Ibu, biasanya aku suka telp dia, kalo lebaran menjelang, sekedar tanya ingin dibawain apa. Meski jawabannya selalu sama “gak usah bawa apa-apa yang penting kamu dan keluarga sehat bisa pulang”  tapi aku selalu senang, aku biasanya bawain kue-kue kering untuknya dan untuk dibagi sanak keluarga disana, dia sendiri yang mengatur, “untuk si ini si anu” dia yang membungkusi dan bahkan membagikan.
Sejak sakit 2008 aku tak pernah tawari dia baju baru atau pakaian, takut beliau tersinggung, karena memang tubuhnya menjadi kurus dan susah untuk mencari baju yang pas. Karenanya aku hanya bisa tawari dia makanan, yang beliau suka dan boleh oleh dokter.
Ketika masih ada Ibu, rasanya ingin segera pulang dan cepat sampai saat di perjalanan. Aku selalu ingin segera merasakan tatapan teduh matanya dan hangat pelukannya. Aku ingin segera melihat bagaimana beliau sulit menjawab rengekan anak-anak.
Kini tak ada lagi dia, rasanya tak ada lagi yang menungguku, saat pulang seperti ini.
Tahun ini aku juga balik paling cepat dari biasanya, sebelumnya aku pasti baru balik jakarta seminggu setelah lebaran, kadang lebih, tidak tahun ini, aku praktis cuma tiga hari di rumah.
Terlalu melow memang, tapi biarlah..., karena aku begitu mencintaimu Ibu... semoga engkau tenang disana...

Jumat, 06 Juli 2012

Surat Terbuka Untuk Kawanku,,, Lulusan STAN 2011


Kawan, pa kabar ???, masih cemungudh kan??? Mudah-mudahan...

To the point aja yah...

Ohya kawan, aku denger nasib karirmu lagi kurang sip, pemberkasan cpnsmu “on proses”, kalo tak boleh dibilang gelap (update per Juni 2012). Aku turut prihatin, sungguh. Konon gajimu tak lebih dari sejuta, buat bayar kost aja cekak banged, miris memang. Padahal kalian kerja di institusi plat merah paling super di negeri ini. Guyonan dari senior-seniormu adalah “penempatan” di pelosok nusantara, yang selalu membuatmu G 4 LAU. Tugas dan kewajibanmu setara dengan kami yang senior padahal setatusmu pegawai honor. Hmmmm kalo dipikir-pikir kok jadi horor,,,

Tapi,,, apa emang segitunya.... se-melow- itukah (halah ....)

Kawan,,,kalian yang lulusan Sekolah Tinggi ternama di bumi ini, yang dikenal dengan seleksi ketat, dan sistem DO yang bikin merinding setiap insan Jurang Mangu mendengarnya, adalah manusia pilihan yang telah memilih hidup dengan predikat Lulusan STAN. Jujur, aku bangga dengan kalian. Denger STAN aja aku bangga kawan,,, meski dulu cuma sempet setahun kost di Jurang Mangu dengan anak-anak STAN (hmm... gak nyambung ya).

Bukan mau menggurui kawan, hidup ini pilihan (begitu kata orang). Bisa karena pilihan diri kita sendiri, pilihan ortu, pilihan teman dekat, pilihan pacar, atau salah pilihan sekalipun... Tapi setiap kita mungkin akan beda memaknai hidup itu sendiri whateverlah...

Setiap pilihan ada konsekwensinya, dan itulah yang sering kita gak tahu. Kita hanya punya pengharapan-pengharapan atas pilihan kita. Tapi atas nama “nasib” kadang apa yang kita pilih tak sesuai dengan apa yang kita harapkan, sehingga bisa jadi kecewa karena “sial” dan bisa jadi senang karena “beruntung”. Bahkan ada yang menyesali pilihannya, dan faktanya, penyesalan selalu ada di belakang, tahu kenapa kawan? karena yang di depan itu pendaftaran...

Atas nama “nasib” tadi, yang percaya Tuhan akan bilang, “Tuhan menguji saya” bagi yang bernasib “sial”. Sabaliknya bagi yang bernasib baik dan perca Tuhan dia akan bilang “terima kasih Tuhan, kasih-Mu melebihi apa yang aku sangka... matur nuwun Gusti”. Mudah-mudahan Kawan percaya Tuhan dan tak menyalahkan-Nya, jika nasib sedang kurang baik serta selalu bersyukur jika nasib baik menghampiri.

Sejatinya kita sudah berikhtiar sejak memilih hidup, dan telah berdoa agar apa yang kita pilih sesuai harapan, bahkan dalam doa kita, tak sengaja kita mengancam Tuhan agar pilihan kita diberi ending yang apik.

So kawan,, kembali ke nasib kalian yang gak jelas itu, setidaknya sampe hari ini (maaf diksinya gak enak di ati). Saranku adalah, jangan terlalu gamang. Dalam ketidakjelasan ini ada kejelasan, bahwa jelas kalian akan diangkat jadi PNS di Kemenkeu, meski entah kapan... mudah2an si tahun ini..,

Tengok lapak sebelah kawan, banyak lulusan Universiti terkenal juga gak jelas nasibnya, bersangka baiklah pada Tuhanmu, dia punya Kasih yang tak pernah dapat kita prediksi, yakinlah Tuhan tahu apa yang kita butuhkan, sekarang juga nanti... memohonlah dalam doamu, meski kedengaran sedikit merengek (untuk tidak menyebut memaksa) Tuhan...

(aku ikut berdoa, jika keadaan ini sebuah kesulitan, semoga Tuhan segera mendatangkan kemudahan bagimu ... aamiin).

Salam hangat,
Kawanmu Dari Jurang Mangu

Rabu, 18 April 2012

Ibu, Engkau Yang Tak Berakhir Dalam Hidup Kami



Minggu, 24 Maret 2012 pagi, ketika aku berpamitan untuk ke Jakarta dan mencium kedua pipimu adalah saat terkhir aku menyentuh kulit hidupmu. Karena pada Rabu malam Kamis tanggal 28 Maret, Alloh memanggilmu, dan kami berharap Alloh memanggilmu dengan panggilan sayang Yaa ayyatuhannafsul muthmainnah.. Irji'ii ilaa robbiki roodhiyatammardhiyyah.. Fadhkhulii fii 'ibaadi.. Wadhkhulii jannatii.. "Wahai jiwa yang tenang kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhoi-Nya. maka masuklah ke dalam golongan hamba-hambaku, dan masuklah ke dalam surga-Ku"..

- - - - - -

Hari-hari ketika aku mendapati kabar bahwa ibu tak lagi bisa makan sambil duduk dan mengalami kemerosotan kesehatan, aku dilanda perasaan takut yang luar biasa, tidak seperti biasanya. meski ibu telah mengalami pasang surut kesehatan sejak stroke 2008. Aku takut akan kehilanganmu, takut akan ditinggalkan, takut tak mendapatimu di depan pintu ketika aku pulang, takut tak bisa mencium tangan dan pipimu ketika aku pamit keluar rumah….. ketakutan yang egois. Tapi akhirnya Alloh menjawab ketakutanku pada malam engkau menghadap-Nya. Aku harus ikhlas karena Innalillahi wainna ilaihi rajiun. Bagaimanapun kehilanganmu adalah hal besar dalam hidupku, karena aku begitu menyayangimu…

Seminggu sebelum meninggal, engkau ceritakan capaian-capaianmu semasa hidup, hal-hal yang telah kau lewati, engkau bilang pernah susah, pernah sengsara, pernah senang, pernah sehat dan sekarang merasa sudah kaya dengan anak-anak dan semuanya. pada penghujung ceritamu, engkau bilang bahwa akan segera berakhir masamu, “wis cukup, kayane wis arep rampung”. Kau ceritakan itu berulang saat kau minta aku memijit pungggungmu, saat aku rebahan disampingmu ditemani putriku kau ulang cerita itu.

Sejak sakit 2008, semangat untuk sembuhmu sangat tinggi, pengobatan kau jalani dengan optimis. Motivasi untuk masih ingin melihat anak-cucu dan tetap bisa mendampingi Bapak membuatmu ingin sehat. Motivasi penting lainnya untuk sembuh adalah agar suaramu pulih dan bisa tetap baca Al-quran. Rasa bersyukurmu atas sakit yang diderita juga motivasi luar biasa yang membuatmu tetap semangat. Sering kau ucap alhamdulillah bahwa stroke yang kau derita hanya berakibat pada kesusahan menelan, dan sedikit penurunan penglihatanmu. Dalam kesulitan tetap kau jalani tugas sebagai istri dan ibadah, bahkan puasa wajib kau tetap jalani dengan baik. Akhtivitas memasak, menyapu tetap mampu kau jalani hingga beberapa hari sebelum ajalmu menjemput. Bahkan beberapa jam sebelum nafas terkhirmu, dalam sakitmu yang payah, buang air tetap kau jalani di toilet rumah demi tak merepotkan keluarga, begitu alasanmu.

Aku selalu menangis setiap kau ulang ceritamu, kisah ketika engkau suapi aku diteras tetangga. Aku yang balita kala itu, mengingini lauk telur teman sebayaku yang juga sedang disuapi, dan ibu temanku tak tau kalau aku begitu mengingini telur itu, aku merengek pada ibu. Sambil menahan rasamu, engkau yang hanya mampu menyuapiku makan dengan lauk ikan asin membatin, ”Duh Gusti, hari ini anak-anakku hanya makan seperti ini mudah-mudahan besok mereka mampu makan lebih baik, jangankan sepotong lauk telur, mudah-mudahan kelak apapun mampu anak-anakku nikmati”. Maaf nak, hari ini ibumu hanya mampu menyuapimu lauk ikan asin. Dalam doamu, ada harapan yang menembus batas cita-citamu. Doamu terkabul kami anak-anakmu mampu mangan wareg nyandang rapet. Alhamdulillah dan matur nuwun buat panjenengan.

- - - - -

Sedikit beda dengan Bapak, aku jarang sekali berbeda pendapat dengan ibu, apalagi membantahnya. Sebagai ragil aku rasanya lebih dekat denganmu, aku selalu berusaha untuk membuatmu bahagia, namun sebagai anak pasti ada yang salah yang kulakukan meskipun tak kusengaja, belakangan aku selalu meminta maaf setiap aku berpamitan denganmu untuk balik lagi ke Jakarta dan jawabmu selalu sama, wis tak ngapuro kabeh, wong ra ono sing salah”, dan terkhir tanggal 24 Maret, Minggu pagi itu saat terkhir aku mencium tangan dan kedua pipimu. Ya Alloh ampuni hambamu, ampuni ibuku....

Ibu, kami ingin mikul duwur mendem jero, wujud pengabdian kami padamu baik semasa hidupmu atau sepeninggalanmu. Kami telah benar-benar lupa seluruh perbuatanmu yang tidak enak pada kami, kami hanya mampu mengingat belaian lembut tanganmu. Setiap kesempatan pulang menjengukmu rasanya ingin aku dibelaimu, walau sejujurnya kami sadar telah bukan anak-anak lagi.

Jika akhirnya engkau tak kesampaian berkunjung kerumahku, mudah-mudahan kelak kita dapat berjumpa,,, sungguh aku begitu rindu.... Tuhanku aku tak menangisi kepergiannya karena aku yakin Engkau akan muliakan ibuku,,, amien.

Lembut kukenang, kasihmu ibu
di dalam hati ku kini menanggung rindu
kau tabur kasih seumur masa
bergetar syahdu, ooh di dalam nadiku


Ibu engkau yang tak berakhir dalam hidupku, walau jasadmu telah luruh dikubur tanah, karena kami, putra-putrimu selalu berusaha dan mendoa agar amal baikmu tetap abadi.


Allahummaghfirlaha warhamha wa ‘afiha wa’fuanha.

” Semoga Allah mengampuninya, merahmatinya, memberikan keselamatan dan memaafkan kesalahannya.

“Allahummaghfirlii waliwaa lidayya warhamhumaa kamaa rabbayaanii shaghiiraa”


Tangerang Selatan, Maret 2012