Rabu, 21 September 2011

Halaman Kedua; Tentang Musim Keempat


Dihalaman kedua sebuah buku, kutemukan cerita. Cerita yang bermula dari kisah-kisah lama, kisah-kisah masa kecil yang ceria. Kisah tentang balapan dengan angin untuk mengejar layangan yang putus, kisah tentang memanjat pohon-pohon mencari buah jambu, sisa pesta tuan kalong semalam. Semua cerita yang indah yang ditertawakan bersama meski dalam kepedihan dan kesempitan, semuanya indah.

Padi yang menguning, rumput yang mulai kering, angin yang deras menyapu debu-debu adalah saksi yang tak terbantahkan atas kisah itu. Pada suatu pagi cerah, ketika anak-anak berseragam merah putih menenteng tas berisi buku tulis dan pinsil, kisah itu tak pernah lengkap tertulis dalam catatan, tetapi semua terlalui dengan baik dan beberapa tersimpan pada sebuah ingatan. Kenakalan-kenakalan masa itu adalah kebahagiaan yang tak terperi, biarlah itu menjadi rahasia kami.

Pada alinea berikutnya, adalah kisah tentang musim keempat, yaitu sebuah musim penghujung kemarau. Ketika sumber air seperti berhenti menetes, diam, entah apa maksud yang dikandung, setidaknya ia menahan diri untuk tidak meluapkan rasanya sedih atau bahagia. Waspa kumembeng jroning kalbu begitulah musim ini di tandai. Waspa = eluh, kumembeng = kembeng, kebak, kalbu = ati, pindhane eluh kebak ing sak jerone ati.

Betapapun sumber air mulai mengering, tetapi Tuhan mengirim hujan-hujan yang penuh berkah. Beberapa orang menamai hujan ini sebagai sirep lebu, hujan yang mengusir debu. Bagi kehidupan, hujan ini menumbuhkan akar-akar yang lama bertapa mengering, daun-daun segera memucuk hijau, umbi-umbian mengeluarkan tunas barunya sebuah reinkarnasi yang indah pada kehidupan berikutnya.

Saat kecil dulu, aku mengingat hujan ini dengan bau tanah yang menyengat, dan segera tumbuh rumput-rumput pakan jangkrik, yang kami akan segera mencari jangkrik dibawahnya selepas subuh dikeremangan pagi. oh indah sekali. Laron-laron yang terkaget-kaget karena hujan pertama, menyambut dengan rasa syukur pada Gusti, keluar menunjukkan sayap-sayapnya yang indah dan ikhlas sebagai wujud pengorbanannya, bahkan kemudian dia merelakan untuk tidak kembali ke rumah tanahnya yang indah, demi sebuah pengabdian.

Panas masih sedikit menyengat di siang hari, meski gulungan-gulungan awan telah dikirim malaikat pengatur hujan. Gemuruh guntur di kejauahn sesekali terdengar seperti keluh kesah yang lirih menyayat kalbu menindih rasa yang perih, itulah hari-hari musim keempat.

Sebaliknya, ketika manyar menganyam sarangnya yang indah sepanjang siang. Dan berkicau manis di pagi hari, ketika itulah burung-burung lainnya memunguti sisa-sisa jerami kering membuat sangkar karena sebentar lagi musim kawin tiba. Burung-burung itu seperti dewi-dewi yang menunggu ksatrianya pulang dari medan perang, penuh harap dan cemas tetapi hatinya diliputi rindu yang amat menggebu.

Meski kisah tentang musim keempat hanya dilalui selama 25 hari, tapi pada halaman ini kutemukan kisah yang indah. Entahlah apakah Vina Panduwinata mengerti tentang keindahan musim keempat yang melintasi 18 September sampai dengan 12 Oktober, hingga dengan memukau ia menyanyikan “September ceria”. Tetapi buatku aku menemukan kisah ini pada halaman kedua.

Selasa, 13 September 2011

Duhai sahabatku, jangan bersedih kenapa kau sendirian arungi kehidupan ini

Sahabatku, engkau yang seorang laki-laki dan belum menikah, mengapa kau biarkan dirimu sendirian mengarungi hidup ini, tak jua kau pilih bidadari dunia yang kelak kan menemanimu di surga. Bukankan dengan menikahinya engkau telah menyelesaikan bagian dari agamamu? Pilihlah bidadari itu yang sekufu denganmu. Jika sulit kau tentukan criteria maka cari yang baik agamanya, kaya dan rupawan mungkin itu bagimu cukup.

Engkau yang berada di persimpangan pilihan, maka mintalah petunjuk pada Alloh, Dia akan memilihkanmu yang terbaik dan paling pas, karena Dia sungguh sangat tahu yang kau mau. Engkau yang belum mendapatkan bidadari itu karena tak “berani” mencoba dengan alasan kekurangan pada dirimu yang mungkin tak rupawan atau tak hartawan, maka sungguh alasanmu tak dapat diterima. Karena calon bidadari-bidadarimu disana tak mengharap engkau yang rupawan atau hartawan untuk menjadi imamnya. Mereka butuh laki-laki kuat yang mampu menopang dunianya dan meluruskan jalan akhiratnya dengan bekal taqwa. Karena itu sahabatku cobalah untuk mendapatkan bidadarimu jangan rendah diri, bukankan Tuhan menciptakan kita dengan sempurna laqad - khalaqnal - insaana fii ahsani taqwiim.

Pilihlah tempat yang baik untuk mendapatkan yang baik, pergaulilah orang-orang yang baik agar kau dapatkan bidadarimu dalam keadaan baik. Bukankan perempuan baik itu untuk laki-laki yang baik pula, dan engkau inginkan kau dapatkan bidadarimu itu yang terbaik bukan?

Sahabatku, engkau yang seorang perempuan taqwa yang masih “memilih” sendiri melewati hidup ini sudahkan kau bermohon pada Tuhan-mu untuk meminta agar dikirimkan imam yang sholeh? Imam yang membimbingmu melewati shiratal mustaqim, selalu mendoakan agar engkau tak terpercik api neraka dan mengkhawatirkanmu agar tak pernah merasakan haus dan lapar, laki-laki tanggung jawab yang ikhlas menyiapkan rumah untukmu berteduh bersama anak2mu?

Memintalah pada Tuhanmu, yang menjanjikan pasangan bagi setiap kita. Mohonlah bukan mendikte, berdoalah bukan menyuruh, bermunajatlah bukan menawar. Sekali lagi bermohonlah mendapatkan imam yang sholeh, rupawan dan hartawan. Alloh akan mengabulkan doamu, jangan menolak karena alasan-alasan duniawi, karena tak sesuku, tak berhidung mancung, atau bukan bangsawan. Tuhan tahu yang terbaik untukmu sahabatku, jatuhkan pilihan setelah melalui istikharahmu.

Sahabatku berkumpulah dengan orang-orang baik di tempat yang baik pula, bisa jadi disana calon imammu sedang memilih calon bidadarinya dan mungkin sekali bidadari itu adalah engkau.

Bismillah tawakkaltu’alalloh….

Senin, 22 Agustus 2011

Tiga Warna Kuning Dalam Fase Kehidupan Kita


Ketika jabang bayi lahir orang-orang disekeliling bersuka cita, sibuk luar biasa, menyambut kedatangannya di dunia yang terang ini. Atas kelahiran itu ditandailah dengan "Beras Kuning", sebagai lambang kemakmuran, karena sebagian mereka memaknai tambah anak tambah rejeki, dan berharap Gusti Alloh menganugerahkan rizki yang luas dan kehidupan yang baik kepada jabang bayi ini. Meski sang jabang bayi menangis, orang-orang sekitar tersenyum bahagia dengan terus memohon berkah Tuhan atas kelahiran jabang bayi ini.


Ketika jabang bayi ini tumbuh dewasa, menjadi kewajiban orang tuanya untuk menikahkan . Pesta disiapkan, sanak keluarga diundang untuk menjadi saksi akad dua anak manusia yang dipertemuakan Tuhannya. Orang-orang menandai pesta ini dengan "janur kuning". Sepanjang hari kedua mempelai menebar senyum pada yang hadir, pun semua yang hadir tersenyum bahagia dan memohon agar kedua mempelai menjadi keluarga sakinah mawaddah warahmah dengan anak dan rizki yang berlimpah berkah. Janur kuning bukan sekedar tanda tetapi bermakna bahwa dengan hati yang jernih mempelai berusaha untuk menggapai cita-cita mulia membangun keluarga yang dilingkupi keridhaan Gusti Alloh.


Kelak, dalam proses berikutnya jabang bayi yang telah melewati masa dewasa, menikah kemudian tua dan akhirnya meninggal. Karena catatan kehidupan manusia tersebut, banyak orang menangisi kepergiannya, kita tak pernah tau apakah dia tersenyum atau menangis menyambut kematian itu. Tuhan telah memanggil sebagai ketetapan yang tak mungkin di tulak bahkan hanya ditunda walaupun hanya sesaat. Atas kematian ini orang-orang menandai dengan “bendera kuning” di ujung jalan di depan rumah sebagai tanda berkabung.


Meski tanda-tanda tadi hanya sebuah tradisi, setidaknya itu membuat kita teringat jika kita menemukan tiga tanda itu dalam kehidupan kita. Mungkin tanda pertama dan kedua telah kita lewati, sehingga kita bisa menyiapkan jika kelak tanda yang ketiga datang. Jika ketika kita terlahir menangis dan semua orang tersenyum bahagia semoga kelak ketika semua orang menangis atas kepergian kita kita mampu tersenyum menghadap Gusti Alloh Rabb yang menggengang nyawa kita.



Ya Alloh, akhirilah hidup kami dengan khusnul khotimah dan jangan kau akhiri hidup kami dengan suul khatimah

Kamis, 16 Juni 2011

Ketika Mas Facebook Tanya : "Apa Yang Anda Pikirkan?"

Sahabatku ini, gak SARA sungguh ini hanya sesuatu yang terlintas dipikiranku ketika aku bertemu tulisan "apa yang anda pikirkan?", simaklah kalo ada waktu ;


Belakangan saya sedang memikirkan sesuatu yang menjadi keyakinan saya selama ini. Saya meyakini ini benar, tetapi belakangan label keyakinan saya terusik di negeri ini. Pertama mulai dari aliran sempalan yang konon berbahaya. Aliran itu juga dilebelin sama dengan keyakinan saya. Terus, isu terorisme baik secara nasional maupun internasional jelas berlebel sama dengan keyakinan saya.


Kenapa saya terusik, Untuk yang pertama, kenapa membuat saya terusik karena munculnya aliran sempalan memungkinkan orang untuk “waspada/hati-hati” untuk belajar memperdalam keyakinan. Mereka takut terjebak masuk pada aliran sempalan tersebut, sampai pada akhirnya berhenti belajar dan memahami keyakinan itu sebatas yang ia tahu saja. Hal ini membuat kedangkalan atas keyakinan itu menimbulkan kesesatan baru atas keyakinan tersebut.


Kasus kedua yang membuat saya terusik adalah orang-orang yang diduga terlibat terorisme, sebagaimana kita saksikan di tv, kebanyakan mereka adalah orang-orang yang dikenal baik oleh tetangganya, beberapa dari mereka lelaki berjenggot dan terlihat ahli ibadah, rajin mengaji dan aktif dalam mencari nafkah bukan terlihat seperti orang-orang malas, sebagian dari mereka beristri wanita-wanita berjilbab panjang bukan beristri perempuan-perempuan seksi, sebagian lagi adalah orang tua dari anak-anak yang sekolah di madrasah, sebagian lagi adalah pemuda-pemuda lulusan pesantren bukan pemuda abangan yang pemadat atau pengkonsumsi narkoba,, kok bisa???


Tak sebiji sawi ada dalam keyakinan saya membenarkan membunuh dan menyakiti sesama tanpa sebab yang halal menurut syari’at. Tak pernah secara niat maupun secara aksi saya mendukung orang-orang yang menebar terror, meledakkan bom, membunuh dan merampok atas nama agama. Sungguh agama yang saya yakini indah dan menjanjikan kedamaan bagi pemeluk maupun ummat lainnya.


Tetapi saya terusik, keyakinan saya tersudut di tengah masyarakat; orang memandang sebelah mata atas orang-orang yang rajin membuat “kerumunan” majlis zikir dan majelis ilmu. Saya terusik dan takut ketika kemudian orang mengatakan jubah, gamis, jilbab panjang dan jenggot adalah identitas teroris. Saya sangat terusik ketika banyak yang mengeneralisir bahwa pesantren itu tempat pendidikan calon pembom. Bahwa madrasah-madrasah itu mendidik anak-anak sejak awal agar membunuhi orang yang berbeda keyakinan.


Sekali lagi saya sedang memikirkan karena sungguh hati ini terusik, ada apa dengan sesuatu yang saya yakini ini. Banyak pertanyaan menguap dikepala saya, apa benar mereka yang melakukan terror ini. Motiv apa yang membuat mereka seperti itu, yang tega menyakiti sesamanya dengan menebar terror? Mengapa ia mempunyai label yang sama dengan keyakinan saya, Apa iya?. Sampai sebuah pertanyaan yang agak suudzon dan paranoid “jangan-jangan ada yang iri dengan keyakinan saya dan ingin menghancurkan keyakinan. Betapa keyakinan saya pernah mendunia dan menjadi mercusuar yang membebaskan ummat manusia dari kegelapan. Sampai disini saya segera beristighfar.


Tetapi saya tetap pada keyakinan, bahwa Alloh sebagai Tuhan yang saya yakini akan menjadi penolong terbaik atas keyakinan saya.

Selasa, 26 April 2011

BERHARAPLAH SELAGI BISA

(Sebuah Renungan Dari Kajian Ba'da Zuhur)


Sebagai manusia kita sering berharap, entah untuk urusan kita atau untuk urusan orang lain. Berharap sebagai muslim hukumnya adalah wajib, tentunya berharap kepada Rabb, Tuhan yakni Alloh Azza Wajalla, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang. (QS:94:8 “dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”)


Berharap, kepada Alloh akan menjadikan kita tak pernah kehabisan solusi, tak pernah kehilangan akal, takkan pernah putus asa dan tak akan menjumpai kebuntuan. Karena Alloh satu-satunya tempat paling hebat untuk berharap. Ketika kita kehabisan solusi, ketika logika kita tak lagi masuk, dan ketika kita hampir putus asa kemudian kita berharap kepada selain Alloh maka jawabannya pasti nihil dan kita akan kecewa. Sebaliknya ketika kita menghadapi kebuntuan sedemikian tadi dan kita berharap pada Alloh, berharap dengan sepenuhnya maka sesuatu yang menurut kepala kita tidak mungkin, menurut manusia tidak masuk akal, bagi Alloh sesuatu itu mudah, kebuntuan itu terpecahkan dan solusi membentang tak habis-habis, Subhanalloh.


Kita mungkin pernah mengalami pengalaman religius ketika berharap pada Alloh atau berharap pada selain Alloh. Mungkin kita pernah menyaksikan di lingkungan kita atau mengalami sendiri, ketika seseorang divonis dokter hanya akan berumur 4 bulan lagi karena penyakitnya yang sudah akut, ternyata kemudian masih dapat berumur panjang dan sehat. Atau satu, ketika kesulitan ekonomi mendera, kontrakan habis, spp anak belum terbayarkan, cicilan sudah menuggu, kemudian kita berharap “besok kalo sudah gajian”. Tetapi apa yang terjadi keesokannya kita gajian, tetapi tiba2 anak demam dan harus dibawa kedokter, atau ditelpon orang tua dikampung sakit, uang gaji yang menjadi “satu-satunya harapan” ludes terpakai. Keduanya adalah contoh harapan.


Saya sendiri pernah mengalami, ketika satu ketika berencana membantu orang tua membayar ongkos naik haji, dalam hati berkata “kecil uang segitu” dan saya mengharapkan dari tabungan saya lebih dari cukup untuk membayar uang muka (kursi). Tetapi tak lebih dalam hitungan hari, tiba-tiba ada orang yang meminjam karena istrinya operasi. Dan temen tiba-tiba menagih pembayaran tanah sesegara mungkin hingga akhirnya semua tabungan habis bahkan untuk membayar tukang yang memasang pompa air saja kami harus meminjam pada sepupu. Akhirnya saya menyadari ketakaburan saya, saya bertaubat atasnya dan meminta, berharap Alloh memberi solusi. Masya Alloh, sungguh Alloh sayang pada umatnya. Dia mendengar doa entah dari mana saya lupa uang itu akhirnya terkumpul dan saya mampu membantu orang tua untuk membayar sebagian ONHnya. Pelajaran luar biasa untuk saya dan istri bahwa jangan pernah berharap selain padanya, dan jangan pernah takabbur atas nikmat Alloh.


Ketika kita berharap pada makhluk maka pasti kita akan kecewa. Misal, ketika kita berharap pada istri kita, pada atasan kita, pada teman kita maka siap-siap kita akan dikecewakan mereka. Maka berharaplah pada Alloh Dia tidak akan mengecewakan kita.


Bagaimana caranya?

Orang yang berharap harus orang yang percaya kepada sesuatu itu yang diharapkan. Orang yang berharap harus kenal baik dengan yang diharapkan. Bagaimana kita bisa membayangkan ibu kita akan menemani, membelai kita ketika kita sedang sakit jika kita tak pernah mengenal beliau, tak pernah mengenal kasih sayang beliau. Begitupun ketika kita berharap pada Alloh, kita harus percaya dan tahu pada Alloh. Kepercayaan dan pengetahuan yang bersemayam pada hati, bukan saja pada pikiran dan ucapan kita. Ketika hati kita percaya dan tahu akan “kemampuan” Alloh, maka kita akan mudah mempercayakan semua urusan kita pada Alloh, dan berharap pada Alloh dengan tulus dan total. Contoh lainnya, Kita tak pernah mungkin mempercayakan anak kita dididik oleh guru les yang kita tidak tahu kemampuannya.

Untuk mengetahui Alloh (ma'rifatulloh) kita harus terus meningkatkan ibadah, berzikir dan mendatangi majelis Ilmu/Alquran dan upaya lain yang disyariatkan Rosululloh.


Tingkatan mengharap Alloh,

Pertama, berharap akan kejayaan dienulloh Al-Islam, dengan menyebarkan rahmatan lil’alamien, berdakwah dan berbuat baik sesuai dengan kemampuan kita. Berharap yang kedua adalah berharap perbaikan agama pada diri kita masing-masing, kata harus meminta dan berharap pada Alloh agar terus mampu beribadah, sholat, sujud dan berbuat baik dan meningkatkan iman. Sebagaimana yang dicontohkan oleh nabi ketika Beliau :

اللهم أعني على ذكرك وشكرك، وحسن عبادتك

“Allahumma a’inni ‘ala dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibadatika’" Artinya: " Ya Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu dan bersyukur kepada-Mu, serta agar bisa beribadah dengan baik kepada-Mu" (HR. An Nasa’i [1303] dan Ahmad [21614] Sahih Sunan Abu Dawud. )

Tingkatan mengharap yang ketiga adalah mengharap pada Alloh atas kehidupan dan urusan dunia kita. Jangan pernah menyerahkan urusan dunia kita dan berharap pada selain Alloh. Kita kadang disesatkan bahwa seolah-olah Alloh tidak tahu urusan dunia kita. Oleh karenanya dalam hal apapun ketika kita mengalami kesulitan dalam permasalah dunia (utang-piutang, pelajaran, soal-soal yang pelik) maka mengadulah pada Alloh berharaplah dari-Nya solusi, Insya Alloh semua yang sebelumnya buntu akan terang benderang, solusi membentang dan asa yang luas kita temukan.

Mengharap yang keempat, adalah harapannya orang yang banyak dosa pada lezatnya surge Alloh. Ini tidak terlarang, karena dengan mengharap akan surganya diiringi dengan taubatan nasuha, sebanyak apapun dosa kita, niscaya Alloh akan mengampuni. Wallohua’lam.

Rabu, 23 Maret 2011

Pemulung dan Gerobak Reotnya (sebuah ayat atas rizki Alloh yang selalu gratis dan kadang penuh surprise)


Suatu ketika kita sulit untuk menyeberang jalan yang lalu lintasnya ramai dengan kendaraan yang melaju kencang di jalan. Kita sangat ingin segera sampai ke seberang jalan karena memang kita diburu waktu untuk suatu urusan. Sepertinya kita sedang dalam kesulitan yang nyata. Tetapi, tiba-tiba pemulung lusuh dengan gerobak reotnya memotong jalan dan semua kendaraan yang melaju melambat-berhenti, sehingga kita bisa ikut menyeberang.


Apakah kejadian ini sebuah “kebetulan” ? untuk orang yang beriman tentu jawabannya tidak. Coba bayangkan, kejadian tadi kita lihat dalam pembuatan sebuah film, tentu dalam adegan itu ada sutradara dan kru yang mengarahkan setiap gerakan pemain, ada pemain yang telah berkali-kali membaca script dan mengulang adegan, sebelum adegan tersebut menjadi layak tonton. Tetapi bagi Alloh, Yang Maha Kuasa, sutradara dalam cerita awal tadi, hal itu adalah hal mudah. Bagi kita, pemulung dengan gerobak yang datang tiba-tiba, tak lain adalah bentuk pertolongan Alloh agar kita bisa menyeberang dan sesegera mungkin menyelesaikan urusan kita. Dan bagi orang beriman kejadian tadi adalah ayat agar kita beriman dan terus bersyukur atas rizki dan kemudahan-kemudahan yang Alloh berikan. Kemudahan dari Alloh yang selalu gratis dan kadang penuh surprise, Subhanalloh, walhamdulillah wallohu’akbar.

Selasa, 01 Februari 2011

TENTANG MANUSIA PENTING, BERJASA DAN BERSEJARAH

Kedua orang ini, dikirim oleh Alloh dengan modal keahlian masing-masing untuk melayani masyarakat dengan keikhlasan yang luar biasa dan jiwa besar, beliau adalah ;

1. Simbah Kyai Haji Affandi, Kembaran-Tlepok Wetan, Beliau adalah Ulama, guru ngaji, tokoh panutan sekaligus motivator buat saya. Beliau yang mengajari saya alif, ba, ta dan seterusnya hingga saya tidak buta baca tulis Al-Quran. Sikapnya yang tegas tentang waktu dan ilmu tertanam pada diri saya dan bermanfaat hingga sekarang ketika saya telah menjadi seorang Bapak. Kelembutannya menghadapi anak santrinya adalah terjemahan hadits tentang kelembutan Nabi pada anak-anak kecil. Nasihat-nasihatnya adalah penyejuk hati yang selalu kami tunggu. Musholanya adalah sekolah kami untuk menerima pelajaran hidup, akhlak, kasih sayang dengan suasana kedamaian yang luar biasa. Kami akan mengenang Beliau sebagai ulama pembawa lentera pemusnah buta huruf al Quran yang murah senyum, dan dermawan menebar ilmu. Alloh memanggilnya pada Rabu Kliwon 21 Muharram 1432 bertepatan 12 Januari 2011, Semoga Alloh merahmati Panjenengan.

2. Bapak “Mantri” Haji Suradi, Beliau adalah mantri kesehatan, perawat, dokter, konsultan kesehatan keluarga, bagi kampung kami dan sekitarnya. Bunyi motornya kala itu adalah harapan yang dinanti ditengah kecemasan memastikan antara hidup dan mati. Belaian tangannya adalah kepanjangan tangan Alloh Yang Maha Welas Asih. Suntikannya tak hanya membunuh kuman, tetapi setara “kembang wijaya kusuma” yang mengembalikan nyawa di dada sang empunya. Sarannya untuk keluarga pasien adalah penawar rasa sedih untuk bersiap menyaksikan kematian orang-orang yang dicintai. Sayatan luka pada barang milik paling pribadi pemuda-pemuda kampung kami adalah prasasti abadi penanda kami telah akil baligh sehingga kami layak disebut “dewasa”. Ditengah kunjungannya ke anak cucu dan keluarganya di Jakarta Alloh memanggil untuk selamanya pada Sabtu Pahing, 7 Safat 1432 atau 29 Januari 2011, Semoga Alloh membalas semua kebaikan dan mengampuni kesalahan panjenengan.

Untuk keduanya mari kita panjatkan doa ; Allahummaghfirlahum Warhamhum Wa'afihi Wa'fuanhum, kami sangat berduka....