TAMU IBRAHIM KHALILULLOH, DAN NILAI ADILUHUNG JMENGHORMATI
TAMU
(Aruh, Gupuh,
Rengkuh, Lungguh Lan Suguh)
oleh
suryono, lahir di jawa, merantau sejak dewasa
Sebagai orang jawa, sejak kecil saya diajarkan oleh
orang tua saya untuk menghormati tamu. Entah dari kitab apa, setidaknya
nilai-nilai ini secara temurun dituturkan sebagai nilai adiluhung dan panduan
bagaimana menghormati tamu yang datang.
Pertama, “Aruh”, bermakna sapaan. Tamu yang datang
hendaknya kita sapa dengan menjawab salamnya, mengajaknya bicara. Dalam
keseharian bahasa jawa, kita sebut “dimanggakke”. Nilai ini berkaitan dengan bahasa
lisan yang kita pakai ketika menerima tamu.
Kedua, “Gupuh”,
menujukkan kesigapan, bersegara dalam menerima tamu. Nilai ini ditunjukkan
melalui raut muka, eye contack, dan
gesture yang kita tunjukkan kepada tamu. Rasa simpati dan empati terhadap tamu
harus dikedepankan, dikenal atau tidak dikenal tamu tersebut kita berikan
penghormatan secara “gupuh”.
Ketiga, “Rengkuh”,
Ketika gupuh dalam wilayah visualisasi, maka rengkuh sudah memasuki wilayah
aksi dan interaksi terhadap tamu. Jabat Tangan adalah simbul “rengkuh” yang awam. Sebagian cium
tangan, cium pipi kiri dan kanan (khusus
sejenis), cium kening untuk anak-anak kita, adalah bentuk rengkuh, yang
merupakan nilai pemuliaan tamu.
Keempat, “lungguh”, penghormatan kepada tamu adalah
memberikan tamu tempat dan waktu untuk duduk. Tidak dibiarkan menunggu, berdiri
dan tidak nyaman. “Palungguhan” untuk tempat dan ruang lungguh/duduk dalam
estetika jawa juga mempunyai derajat yang berbeda sesuai “kalungguhan” atau
kedudukan sang tamu. Tingkat urgensi tamu dan “kewigatian” pesan yang akan
disampaikan sang tamu akan membedakan dimana tamu diberi tempat untuk lungguh. Tamu
biasa akan diterima di teras, tamu agak serius dibawa ke ruang tamu dalam, dan
tamu yang lebih serius bisa jadi akan diajak ke ruang yang lebih khusus untuk “lungguh”
menyampaikan pesannya. Kata kuncinya adalah setiap tamu, siapapun wajib
mendapatkan tempat “lungguh”.
Terakhir, kelima adalah “suguh”, Sebagai tuan rumah
yang baik adalah memberikan tamu suguhan yang istimewa. Suguhan yang diberikan
tentu saja makanan atau minuman terbaik. Suguhan disajikan dengan cara yang
baik, didekatkan kepada tamu dan selanjutnya dipersilakan untuk menikmatinya
(diaturke). Menyiapkan suguhan juga sebaiknya tidak ribut, ramai terdengar
mengaduk kopi atau menggoreng makanan.
Ini semua adalah bentuk komunikasi penghormatan kepada
tamu, yang secara terus ditularkan antar generasi di lingkungan jawa. Saya
mendapatkannya nilai-nilai ini sejak kecil. Saya tidak pernah meneliti ini dari
sumber manuskrip apa, siapa yang mengarang, kami hanya diminta para sepuh untuk
mengamalkan “laku” adiluhung tersebut.
*****
Sahabat-sahabat sekalian, ternyata jauh sebelum jaman
peradaban di Jawa atau bahkan dimuka bumi ini. Ketika sebagain penduduk bumi
belum berpakaian, Ibrahim Khalilulloh
yang dikenal dengan Bapaknya para nabi telah dengan begitu santun, tawadhu, dan
ramah menghormati tamunya. Pelajaran indah bagaimana menghormati tamu terlukis
abadi dalam Al-Quran surah Adz Dzariyaat
ayat 24-27 juga dimuat dalam surat Huud ayat ke-69 (masya Alloh).
Mari kita singkap bagaimana Quran detail menggambarkan
Nabi Ibrahim memuliakan tamunya, Q:S Adz
Dzariyaat ayat 24-27
24 Sudahkah sampai kepadamu
(Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (yaitu malaikat-malaikat) yang
dimuliakan?
25 (Ingatlah) ketika mereka
masuk ke tempatnya lalu mengucapkan: "Salaamun". Ibrahim menjawab:
"Salaamun (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal."
Betapa Nabi Ibrahim tetep
menjawab salam dengan santun meskipun dia tidak mengenal tamu yang datang kepadanya.
Salam yang dijawab setara dengan salam yang disampaikan oleh tamunya, inilah
salam yang Kanjeng Nabi Muhammad S.A.W perintahkan kepada kita sebagai muslim, “tebarkan
salam”, salam yang setara atau lebih baik.
26. Maka dia pergi dengan
diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk.
Dua pelajaran penting disini,
pertama, “diam-diam”, artinya beliau tidak ingin “mengganggu” tamunya tahu bahwa dia repot membuat hidangan sehingga
tamunya merasa tidak enak. Kebalikan kita kadang malah dari ruang tamu teriak “inem,
kopinya ya dua” – na’uzubillah. Pelajaran kedua adalah “dibawanya daging anak
sapi gemuk”. Ini adalah sebuah symbol hidangan kelas wahid yang istimewa dan
luar biasa.
27. Lalu dihidangkannya kepada
mereka. Ibrahim lalu berkata: "Silahkan anda makan."
Lagi-lagi pelajaran yang
luar biasa, tamu yang tidak dikenalnya tadi dihidangi makanan yang istimewa. Di sini
kita mendapat pelajaran cara menghidangkan makanan adalah dengan mendekatkan hidangan
kepada tamu. Dan terpenting selanjutnya “dimanggakke” yaitu dalam nukilan ayat
diatas nabi Ibrahim berkata “silahkan anda makan”. Masya Alloh.
Betapa santun, beradap,
luhur dan indah Islam mengajari kita menghormati tamu. Kanjeng Nabi Ibrahim
yang mendapati tamu tak dikenal, dalam kondisi yang mendadak, beliau tetap
memberikan jamuan yang luar biasa. Belakangan dalam ayat lanjutannya sang tamu
adalah para malaikat yang diutus Alloh memberikan kabar gembira dengan akan
hamilnya Ibunda Sarah, yang telah divonis mandul dan tua, kelak akan melahirkan
Ishak, dan putranya Ya’kub dan selanjutnya para nabi pemimpin ummat.
Dua hal ini adalah sesuatu
yang “jumbuh” atau klop, sama-sama baik dan merupakan ajaran langsung dari
langit. Sudah semestinya kita memuliakan tamu kita, sebagaimana dawuh kanjeng
Nabi Muhammad S.A.W sebagaimana potongan hadits ini ““Barang siapa beriman
kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya” (HR Al-Bukhari
dan Muslim).
Wallohua’lam
Subhanalloh walhamdulillah
Samarinda, Rabu Wekasan,
Safar 1438, 15.11.17