Jumat, 19 Juni 2009

KEINDAHAN TAK BERTEPI

KEINDAHAN TAK BERTEPI

(Perjalanan Indah Oktober 2008)


Semangatku untuk ke Makassar Sulawesi sangat tinggi, selain aku belum pernah ke kota itu, betapa aku dari kecil hanya mendengar Makassar dan Sulawesi dari guru-guru sejarahku. Yang aku tangkap kala itu betapa Sulawesi adalah negeri para pemberani, tempat lahir raja-raja perkasa di darat dan di samudera. Asal tokoh-tokoh bangsa dan selebriti yang masyhur di seluruh pelosok negeri dari Kahhar Muzakkar sampai Habibi, dari Jusuf Kalla sampai Saparudin KDI. Semua itu yang membuat aku bersemangat berangkat ke Makassar, tentu sambil membayang indahnya Pantai Losari.

Ups... kaget campur kecewa saat aku baca surat tugasku bahwa tim bukan melaksanakn tugas di Makassar melainkan di Luwu (tahu tidak???). Aku ingin mengundurkan diri dari tugas penilaian menjelang keberangkatan. Namun sudah terlambat, surat tugas telah dibuat, dan rasanya aku tak pantas untuk mundur dari tugas ini. Maju terus ... meski dalam hati ada rasa tak puas. Setidaknya ada harapan, aku bisa jalan-jalan ke Tana Toraja, mungkin?


Senin Pagi, 13 Oktober 2008

”Mohon perhatian, penumpang Lion Air denga nomor penerbangan .... jurusan Ujung Pandang, pesawat anda mengalami gangguan tehnis, mohon maaf penerbangan anda mengalami keterlambatan selama 45 menit, menunggu pesawat dari palembang.....”

Gini nih kalo pesawat gak pake finger print dan gak ada penalti kalo terlambat, gangguan teknis, cuaca, nunggu pesawat dari mana, nganter istri (eh itu alasan punya kita mi..) yang buat ngeles kalo terlambat.

Dua belas laskar jihad eh petugas penilai saling mengumpat., Bagaimana tidak, dibelain berangkat pagi2, gak pake sarapan lagi, eh dah sampe ruang tunggu dibilang terlambat. Untung ada lontong yang pagi tadi aku bawa dari Jurang Mangu. Terpaksa diruang tunggu bandara internasional kita makan lontong tradisional. Subhanallah...

”.... Penumpang Lion air penerbangan ini bersama saya, David sebagai kapten pilot dan Marwoto (itu mah pilot garuda) sebagai co pilot saat ini kita terbang pada ketinggian 30.000 kaki diatas permukaan laut, sesaat lagi kita akan mendarat di bandar udara Sultan Hasannudin Makassar, terdapat perbedaan waktu 1 jam antara Makassar dan Jakarta .... bla , bla....



Sultan Hasanuddin International Airport, 13 Oktober 08, 16.20 WITA

Puji Tuhan, pesawat mendarat di Makassar dengan selamat (karena lagi musim lebaran jadi dengan selamat lebaran to...). Sampai di pintu keluar kita dah dijemput oleh pejabat Kanwil Makassar. Awalnya kami GR betapa tidak kami dijemput oleh hampir semua pejabat eselon III di Kanwil Makassar, barangkali pak Dirjen kalah, penjemputnya tentu tidak sebanyak ini. Kalo menteri yang datang baru pantas dijemput begini, gumam kami.

Ternyata, pupus sudah keGRan kami, betapa kami seperti TKI yang lima tahun tak pulang dari Saudi. Kami tak seperti dijemput pejabat, jangankan jamuan, basa-basi untuk tanya hal remeh-temeh saja tak sempat. Apalagi pembekalan atau breafing seperti yang kami bayangkan sebelumnya. Kami ditarik-tarik, oleh masing-masing penjemput, suasana kacau, persis terminal Pulo Gadung saat kedatangan bus-bus sumatera pasca mudik. Kami yang baru saja turun dengan rasa masing-masing, lapar, pusing, mabok udara dll langsung diangkut oleh koordinator. Kami berduabelas akhirnya tercerai berai. Selamat berjuang kawan....

****

Pak Djufron, koordinator kami. ”Malam ini kita ke Luwu” begitu beliau membuka pembicaraan, kami hanya melongo.. truss.. ”tapi kita transit dulu untuk mandi dan sejenak istirahat di hotel karena bus baru jam 10 malam nanti berangkat” beliau menyampaikan datar-datar saja, namun pikiran kami bertiga (tim kami dari jakarta terdiri dari tiga anggota Joko, Teguh dan aku) tak mampu datar menerimanya. Kok jadi begini.

Sesampai dihotel, kami masuk kamar, setelah berbasa basi sedikit dan menyerahkan uang sangu kita, Pak Jufron mohon diri. ”Saya nanti samperin kalian disini jam sepuluh dengan bus malam, tolong siap-siap ya....

Pak Jufron keluar, kami bertiga diskusikan tentang surat tugas, lingkup penilaian, SE-04, kota tujuan dll. Diskusi berakhir dan tak berkesimpulan, akhirnya kami memutuskan makan adalah solusi terbaik sementara ini. Cotto makassar dan ikang bakar menu pertama kami. Luar biasa nikmatnya... (Daeng Tata Casablangka ... lewat).

Pak Mahdi kasi penilaian menghampiri kami dihotel atas telephon Joko, alhamdulillah batinku Gusti Alloh mulai mengirim bantuan. Banyak hal kami tanya ke beliau, banyak hal kami dapat dari beliau dari mulai informasi tempat, no hp pegawai Palopo, SE-04 dll. Kebingungan kami semakin berkurang apalagi orang BPKP telah ikut bergabung. (meski belakangan nyerah soal inventarisasi, lah....)

Jam 10 malam waktu makassar bus tiba, kami berangkat ke mana entah.. selain Tuhan, hanya supir bus dan pak Djufron mungkin yang tahu perjalanan malam ini. Untuk mengurangi stress aku bertanya penumpang disebelahku, mana tujuan akhir bus ini? Palopo jawabnya (Luwu sebelah mananya? Tapi tak kulanjutkan dengan pertanyaan itu) ”jam berapa kita sampai sana?” Jam empat subuh mas.. Terima kasih jawabku... dalam hati aku berbisik Mudah-mudahan Alloh mempermudah perjalanan ini.


Belopa, 14 Oktober 2008, 04:00

Belopa sampe ki,di... begitu teriak supir... ditengah senyap pagi ini, mataku masih males melek. Pak Djufron dan orang BPKP (belakangan kami tahu namanya pak Sumaryanto asli sulawesi... (aneh namanya, dalam hatiku) telah berdiri dan mengangkat tas masing-masing, kami bertiga masih setengah tidur. Aku yang bangun pertama bangkit, kupanggil Joko dan Teguh, mereka gelagapan. Kondektur berteriak agar kami segera turun tapi kami tak tahu karena ia pake bahasa ibunya. Dengan kesadaran setengah, kugendong semua perbekalanku turun, mudah-mudahan tak ada yang tertinggal. Mungkin gini rasanya kalo malam-malam dibangunin istri mau melahirkan (mudah-mudahan aku tidak).

Turun dari bis, tak banyak komando, Pak Jufron dan pak Maryanto telah jauh berjalan di depan, kami langsung ikuti dengan langkah sempoyongan layaknya habis minum autan. Kami berjalan menuju hotel (penginapan aja lah) terdekat. Wisma Karmila, akhirnya tempat kami singgah.

Karmila, nama yang elok tapi tak secantik lagunya kang Harry Rusli alm., aku kebagian kamar 07 (coba tambah satu nol di depan kan jadi James Bond). Pas masuk kamar, aku dan Teguh saling berpandangan (jangan ngeres dulu..) kami sama-sama tertegun, kamar apa ini.. abu rokok, dua tempat tidur kecil denga seprei kusut, kamar mandi kotor, bekas pembalut, gak ada AC, nyamuk dimana-mana, aku setengah merinding... ”Ini hotel apa sarang walet”, Teguh tak habis-habisnya mengeluarkan sumpah serapah seperti anak SD baca UUD, Dibolan-baleni.

Jam 4:15 pagi, badanku capek sekali, aku tiduran di pojok tempat tidur, ada perasaan jijik, aku hanya berharap mudah-mudahan kulitku tak gatal-gatal alergi (maklum kulit sensitif). Lain dengan Teguh ia mengalasi tidurnya dengan koran yang krusek-krusek bikin tambah tak bisa tidur. Kami tak bisa tidur, kepalaku pusing, jam 7 aku ke kamar Joko untuk mandi, kamar ini jauh lebih bagus, ada AC, dan kamar mandi bersih, layak disebut Hotel.

Duh Gusti, matur nembah nuwun atas welas asih Panjenengan....

Mudah-mudahan setelah kesulitan kecil ini ada kemudahan, sebagaimana janji-Mu dalam alam nasyroh subuh tadi.


Belopa, Sulli dan Larompong... 14 Oktober 2008

Kami memulai tugas penilaian dan inventarisasi dengan terlebih dahulu ke Kantor Polres Luwu di Belopa, kemudian dan dilanjutkan ke Polsek-Polsek sekitar. Polsek Belopa, Polsek Suli dan Polsek Larompong hari itu juga.

Belopa City kota kecil yang sedang berbenah menjadi ibukota kabupaten Luwu setelah pemerakan 2005 silam. Aku menggambarkan pada temanku seperti kota Kebumen 29 tahun yang lalu. Meski dilintasi trans sulawesi poros Paloppo – Makassar tapi tak terlalu banyak kendaraan lalu lalang. Udara yang segar dipagi hari dan panas terik di siang hari. Sawah dan rumah sederhana masih ada ditengah kota. Malamnya sepi tak banyak hiburan, untung program KB pernah disosialisaikan sehingga ibu-ibu tak banyak jadi korban.

Hal yang mencolok disini soal selera kekinian, banyak anak-anak sekolah yang pake HP berharga diatas 2 jutaan sekelas N73. Lebih kaget lagi saat kulihat ibu-ibu ngerumpi dengan komunikatornya yang kecil, dan anak kecil bermain N90. Ironisnya disini tak ada warnet meskipun ABG-ABGnya telah pakai celana ketat macam Bunga Citra Lestari atau potongan rambut mirip Ian Kasela.

Kota yang indah sebenarnya, masyarakatnya terbuka, damai dan belum semerawut seperti kota-kota di Jawa. Satu hal yang aku perhatikan disini khususnya di warung makan. Pelayan tak terlalu peduli dengan pesanan pengunjung. Jadi siap-siap pesen teh panas jadi teh anget, saking lamanya.

Sulli kota kecamatan terdekat dengan ibukota Luwu, Belopa. Terhampr sawah-sawah subur dan tanah-tanah kosong yang luas. Tak ada Photo Copy di kota ini kalo dah jam 5 sore. Larompong hampir sama, kota kecamatan yang dilintasi trans sulawesi poros Paloppo – Makassar, sangat indah dikitari bukit yang indah, lukisan Allah sang empunya singgasana Indah.

Padang Sappa dan Buah Ponrang, 15 – 16 Oktober 2008

Hari kedua di kabupaten Luwu, ekspedisi kami hari ini adalah ke Bupon dan ke Bua. Polsek Bupon berada di desa Padang Sappa, kawasan yang terdiri dari bukit-bukit, dataran sawah dan tambak-tambak dipinggir pantai. Mak nyos panasnya saat kami berkunjung. Bupon, nama yang mengingatkan anda kiper andalan italia bukan? Begitulah, disini banyak penggila bola, tapi bukan karena itu kota ini diberi nama, tapi konon karena disini dulu banyak buah ponrang yang enak disingkat bu-pon maka jadilah namanya. (buah ponrang = nanas, red).

Sementara itu kota Bua berbatasan langsung dengan wilayah kotamadya Palopo. Yang ketika kami melintasi kami tak henti-hentinya takjub. Kami melewati sawah yang terhampar luas di kiri jalan dengan latar belakan bukit-bukit hijau dikejauhan sementara di kanan jalan, tambak yang berbatasan dengan hutan mangrove yang menghadap bibir teluk bone terlihat rapi. (keren apa cakep begitu anakku bertanya dalam telephon).

Tugas di luwu telah selesai, kini saatnya berpindah melanjutkan ekspedisi menuju Luwu Timur. Tahukah Luwu timur dimana? Kalau kita buka peta sulawesi maka ia berada di (maaf) selangkangan pulau sulawesi itu. Kawasan yang dulu jarang dijamah orang. Disanalah Danau Tawoti yang melegenda, dan disana pula para penambang nickel terbesar di dunia (PT. INCO) mencongkel gunung menggerus batu dengan perkasa yang hasilnya entah untuk siapa.

Luwu Timur terbentuk dari pemekaran Luwu Utara pada tahun 2005an. Ibukota Luwu Timur di sebuah kota kecil, Malili namanya. Perjalanan darat dari Makassar kurang lebih 12 jam.


Kami menuju Malili dari Belopa pada jam 8 pagi dengan kendaraan semi carteran Panther. Dari Belopa kami melewati Kota Palopo, yang menghadap teluk Bone. Sebelum memasuki kota palopo dari arah Belopa kami mengitari bukit hijau dan disebelah kanan kami nun jauh dibawah jurang teluk bone terlihat seperti kolam-kolam surga. Perahu-perahu nelayan keci terlihat seperti manik-manik hiasan kain para permaisuri, indah sekali.






Paloppo, mi.....


Kota Palopo tak terlalu besar, tetapi kota ini barangkali yang terbesar di wilayah Luwu. Mengingat kota ini merupakan ibukota kabupaten Luwu sebelum Luwu terceraiberai oleh pemekaran. Melihat beberapa bangunan yang ada, mungkin Palopo sejak jaman kerajaan Luwu dahulu telah ramai sebagai kota teluk.

Keluar wilayah kota Palopo kami memasuki wilayah kabupaten Luwu Utara yang beribukota di Masamba. Kota Masamba juga seperti kota lainnya yang mendadak ramai karena pemekaran. Bangunan baru dikiri kanan dan tower pemancar satelit alat komunikasi banyak terlihat.

Melewati Masamba, kami memasuki kembali kawasan hutan dan perkebunan. Disinilah kawasan para transmigran dibagi-bagi kavling tanah oleh pemerintah. Mungkin bahagia sekali mereka mendapatkan tanah disini yang luas seluas sepuluh kali bengkok Lurah. Betapa tidak, para transmigran berangkat kesini karena dikampungnya untuk satu meter saja harus berebut dengan Sudaranya yang entah berapa banyaknya baik yang masih hidup maupun yang baru saja mati. Kebun-kebun kakao yang menghampar luas, rumah-rumah panggung dari kayu yang dihiasi parabola berkelompok terlihat dikiri kanan. Dibelakangnya, bukit-bukit hijau sebagai latar belakang yang kekar menjulang merobek awan-awan.

Memasuki perbatasan Luwu Timur, pemandangan sedikit berbeda. Perkebunan Sawit milik PTPN dan petani plasma terhampar luas. Pohon-pohon sawit yang telah berproduksi berbaris rapi seperti polisi apel mau patroli. Pohon-pohon itu terus berbuah, tak peduli meski katanya, karena krisis global harga CPO turun tak terkendali, ”emang gue pikirin..”, begitu mungkin batin pohon sawit.

Sejauh mata memandang hamparan hijau, naik-turun, kanan-kiri, ribuan hektar pohon sawit, pohon-pohon kakao, rumah-rumah panggung yang tampak sederhana bukit-bukit indah di kejauhan. Mata kami terus dimanjakan pemandangan yang indah, lupa rasanya kami dengan Jakarta dan sekitarnya yang macet, panas-berdebu saat kemarau, banjir saat hujan dan kesemerawutan lainnya. Barangkali buatku hanya karena satu hal teringat dengan rumah, bidadari-bidadari kecil, anakku dan tentu saja ibunya. (andai saja aku tak punya NIP mungkin aku akan bertransmigrasi kesini, indahnya)

Sepanjang Jalan Belopa-Palopo-Masamba hingga ke perbatasan Luwu tak ada cerita jalan jelek, aspal yang mulus. Ini membuat perjalanan tak terasa jauh, selain karena pemandangan yang indah membuat mata tak penah bosan. Jalan-jalan yang bagus mungkin karena perawatan yang baik dan tak terlalu banyak kendaraan yang jauh melebihi kapasitasnya.

Satu hal yang terlewat, bahwa ternyata keindahan ini masih berada di Indonesia.


Malili di pinggir kali.



Jam 12.15 menit kami memasuki kota malili. Kota baru yang difungsikan sebagai pusat pemerintahan atau ibukota Kabupaten Luwu Timur kurang lebih satu kilometer sebelum memasuki kota Malili lama. Kota baru ini dibangun disebuah dataran seperti lembah bekas perkebunan sawit. Kegiatan dikota ini sudah mulai ramai seiring dengan dibukanya kantor-kantor pemerintahan. Dari jauh kota ini tampak unik, betapa tidak, ditengah hamparan lembah nan hijau bermunculan bangunan-bangunan baru berbagai warna.


Pada panas siang hari kami sampai di kota Malili lama. Kota dipinggir sungai, aku jadi teringat dengan ”Benteng Kuto Besak di Palembang”, mirip sekali. Meskipun sungainya tak selebar Musi, jembatan dan jalan disisi sungai membuat ingatanku jauh menyeberang ke kota Sriwijaya. Sungai yang airnya mengalir puluhan kilometer dari danau Tawoti, tetap jernih sampai ujung muara yang tepat menusuk teluk Bone.

Pusat kota ini hanya dua baris jalan raya masing-masing 300 meteran berada disisi sungai. Di siang hari jalan raya ramai oleh ojek Haji Hamid dan kendaraan canggih betuliskan ”INCO”, Mitsubishi Strada, Ford Ranger, Toyota Land Cruiser, atau minimal Kijang Innova itulah kendaraan para pemburu nickel dibelantara Tana Luwu. Di malam hari senyap tak terkira, jangankan motor, lalu lalang orang jalanpun tak ada, batasnya jam 21.00, tapi jangan takut disini aman mas, begitu kata Polisi.


Mangkutana dan Wonorejo

Hari kedua tugas di Luwu Timur, kami sampai di kota kecamatan Mangkutana. (kalo orang sulawesi seneng mangkutana kolo orang Jogja seneng mangku bumi? Tapi kayaknya enakan mangku cewek kata Djoko). Disini ada yang bernama Made Sidarta, Sarwono dan Supriyadi ada juga Pakambanan dari Toraja. Konon kota ini telah didiami penduduk luar sulawesi sejak sebelum Indonesia merdeka. Karenanya tadi banyak nama-nama orang yang kedengarannya bukan dari Sulawesi, begitupun nama desa Wonorejo, yang membuat kita ingat nama desa-desa di pedalaman Jawa.

Mangkutana, meskipun kotanya kecil tetapi cukup ramai, karena dikota ini dilewati bus-bus lintas Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara. Jalan Trans Sulawesi poros Palopo-Palu. Perjalanan dari Malili ke Mangkutana, kurang lebih 50 KM, perjalanan mengelilingi bukit, tak habis-habis kami memuji Tuhan atas keindahan pemandangan sepanjang jalan.


Kemewahan Sorowako dan keindahan Danau Matano

Karena tugas ini aku bisa melihat Sorowako, kota nickel. Dari kota inilah nickel dunia disuplai, karena memang penambangan nikel di Sorowako adalah yang terbesar di dunia. PT. INCO sebagai perusahan penambang melakukan penambangan siang dan malam, batu-batu yang mengandung nickel dikeluarkan dari perut gunung, bekas tanah galian diurukkan ke lembah maka kondisi akan berbalik setelah penambangan. Bagusnya, karena tuntutan dunia maka setelah selesai penambangan PT. INCO melakukan penghijauan kembali tanah-tanah bekas galian yang membukit, maka timbullah bukit-bukit baru pasca penambangan. Jalan-jalan di sini mulus teraspal hotmix, pengendara yang penuh disiplin mengendarai mobil-mobil mewah. Memasuki kawasan pabrik pengolahan nickel suasana menjadi sangat berbeda. Jika beberapa kilometer antara Sorowako dan Malili pemandangan dikiri kanan adalah hutan tropis yang rimbun, hijau, tetapi begitu mendekati pabrik terlihat ceobong asap pembakaran pabrik pemisah bijih nikel.

Disisi yang lain, kami juga mendapatkan gambaran keindahan yang luar biasa. Danau Matano, danau air tawar yang temasuk danau terdalam di dunia menyuguhkan keindahan yang luar biasa. Air yang jernih, hutan disekitar danau yang hijau menambah kesan danau ini seperti telaga di kahyangan milik para bidadari. Konon danau ini belum berubah ekosistemnya selama lebih dari 80 tahun. Danau inilah yang menjadi sumber air danau-danau lain disekitarnya dana mahalona dan danau Tawuti. Itulah kerananya ia diberi nama Matano ”Sang mata air”

Akhirnya Luwu timur dengan kenangan danau Tawuti dan danau Matano telah kami tinggalkan, keindahan alam ditengah kesunyian hutan dan jernihnya air danau matano membuat kita terlupa dengan hingar bingar dan kebisingan Jakarta.

Keindahan Yang Tak Bertepi.

Barangkali kita pernah melihat keindahan lukisan alam entah didinding atau dimana saja, entah lukisan maestro terkenal negeri ini atau lukisan seniman jalanan dari pinggiran Pasar Baru,indah bukan? Tapi tanpa bermaksud merendahkan karya seni mereka dan tanpa mengurangi keindahan lukisan itu, keindahan tana toraja, kami menyebutnya keindahan yang tak bertepi, tak berbingkai dan tak terbatas. Subhanallah...

Aku menyebutnya demikian. Betapa tidak, jika dalam lukisan-lukisan itu meski sang maesro tak bermaksud membatasi keindahan lukisan tetapi keterbatasan manusia harus mengakhiri keindahan suatu lukisan pada tepian bingkai atau garis-garis ruangan. Untuk keindahan yang ini tidak.

Sejak aku membuka mata pada pagi pertama di Tana Toraja aku melihat pahatan alam yang indah, gunung-gunung batu berdiri dengan kokoh, Lembah-lembah yang berhias Tongkonan, Sawah terhampar berterasering dengan pohon-pohon bambu dikiri kanan, berhias sinar matahari kekuningan, menakjubkan sekali, barangkali seperti inilah keindahan taman surga yang terlihat oleh Delisa dalam hapalan sholat Delisa (novel cipt. tere liye), indah tak terkira. Aku hanya bisa membatin subhanallah.

Hari itu juga kami menelusuri keindahan alam kota toraja. Semakin mendekat, keindahan alam semakin terlihat jelas, Gunung-gunung yang dipahat untuk makam-makam leluhur orang toraja menjulang, mirip city tower di bilangan Thamrin - Jakarta.


Orang Toraja menyimpan jasad leluhurnya di bukit-bukit, di dalam batu ditebing-tebing, didalam pohon besar, dan dibuat sedemikian indah kuburannya. Mereka berkeyakinan bahwa leluhurnya tak mati setelah melaksanakan tugasnya di dunia. Oleh karenanya dibuatlah pesta-pesta yang luar biasa dan kurban bermacam hewan pada acara kematian, karena keyakinan mereka bahwa leluhurnya akan bahagia di alam sana, dan yang ditinggalkan akan terus jaya sepanjang ia menghormati leluhurnya.




Orang-orang toraja senang berpesta untuk mengenan leluhurnya, sebagai bentuk rasa syukurnya kepada Tuhannya bahwa ia dikaruniai keindahan dan kekayaan alam yang tak habis-habis.

Pelajaran Indah

Banyak hal yang kudapat dari perjalanan panjang ini. Salah satunya kesadaranku bahwa betapa Indonesia kaya. Keindahan yang tak bertepi, kekayaan alam yang melimpah, hasil hutan yang gemah ripah, penduduk yang ramah. Perjalanan ini menyisakan kenangan yang luar biasa.


**********

Terima kasih kawan, terima kasih semua.




inspirasi dari sang mantri guru


Sebagai kepala sekolah dasar negeri, beliau adalah sosok yang sangat dihormati. Beliau punya kedudukan yang tinggi dalam strata sosial masyarakat di desaku. Ini terlihat saat acara "palenggahan" hajatan, beliau pasti duduk dalam deretan bangku paling depan, sejajar dengan para kyai, dan sesepuh desa lainnya. Orang-orang tua di desaku menyebutnya sebagai "Mas Mantri Guru" atau "Pak Mantri Guru". Sebuah derajat priyayi yang bukan main-main waktu itu.
Meskipun berkedudukan tinggi dalam strata sosial di kampungku beliau tetap bergaul dengan masyarakat secara baik. Pribadi yang teramat santun, sederhana dan tawadhu sekali. Mungkin ini yang disebut low profil, tapi saya lebih senang menyebutnya sebagai manusia berakhlak baik.
Untuk hal ini, setiap guru ngaji saya mendeskripsikan tentang pelajaran akhlak selalu dalam bayangku sosok pribadi beliau yang muncul.
Layaknya warga kampung lainnya beliau juga berprofesi sebagai petani, disamping menjadi guru bahkan kepala sekolah. Pagi hari ba'da sholat subuh beliau menyempatkan untuk kesawah sekedar melihat kesuburan tanaman, kecukupan air atau mungkin sejauh mana hama atau gulma menyerang sawahnya. Menjelang jam setengah tujuh beliau telah siap untuk kesekolah, dan sesampai di sekolahan beliau termasuk orang pertama masuk.

Sebagai pemimpin di lingkungan sekolah, beliau adalah orang yang disiplin, tegas dan pekerja keras. Bawahannya, para guru, tukang kebon dan para murid sangat menaruh hormat kepadanya. Semuanya mengikuti perintah, ajakan dan anjuran dengan sukarela dan penuh tanggung jawab, tanpa merasa terpaksa. Tak mustahil jika kepemimpinannya diikuti dan diteladani.

Sebagai guru beliau adalah sosok yang patut "digugu dan ditiru". Tidak saja dilingkungan sekolah, tetapi di luar lingkungan sekolah. Sebagai kepala guru kemampuan intelektualnya tentu lebih dari memadahi, sehingga apa yang diajarkan akan selalu digugu. Disisi yang lain kemampuan spiritualnya yang luar biasa sangat patut untuk ditiru.

Beliau juga seorang ayah yang mengagumkan bagi putra-putrinya. Beliau ayah yang berhasil mengantarkan putra-putrinya merengkuh masa depan. 
Seingatku dulu, beliau senang mencari ikan. Putri bungsunya yang kala itu masih kecil ikut menemani. Berbaur dengan warga lainnya mencari ikan di kali, tak terlihat perbedaan status sosial antara mantri guru dan warga biasa, pemandangan yang antik bukan? Kendaraan andalan beliau adalah sepeda onthel, aku yakin bukan karena ketidak mampuan beliau untuk membeli kendaraan yang lebih modern.
Rumahnya yang asri tipikal rumah jawa tropis terdiri bangunan depan sebagai pendopo dan bangunan belakang. Halaman yang luas, di depan, kiri dan kanan ditumbuhi berbagai bunga dan tanaman-tanaman buah yang rindang. Di sudut samping rumahnya terlihat kolam ikan ukuran 2 x 10 meter terisi lele yang sehat-sehat. Beraneka unggas berlalu-lalang dibelakang rumah tanpa kesan kumuh apalagi bau. Ayam-ayam yang sehat bersahutan "kluruk", yang konon menandakan suasana hati pemiliknya. Perkutut yang "manggung" menambah kesan rumah yang ramah, anggun, asri tetapi tetap berwibawa.
Semuanya aku rekam dalam ingatanku dan alam bawah sadarku sejak kecil, hingga sampai hari ini beliau menjadi salah satu makhluk di bumi ini yang menjadi inspirasiku ; dalam cita-cita, sudut pandang, hidup, keluarga, bahkan konsep rumahku saat ini.
Maaf atas kesalahan tindakan kami dan kata-kata yang kurang sopan.
Semoga Alloh memuliakan hidupnya dan mengampuni dosanya,
Ya allah ampuni dosa guru-guru kami, amin.

Rabu, 17 Juni 2009

Saya Terima Nikahnya dan Kawinnya ....


Pagi ini tujuh tahun yang lalu, rasanya baru kemarin aku menjabat erat tangan Bapakmu dan kuucap "saya terima nikahnya dan kawinnya DEWI HANDAYANI BINTI MOCH SABAR dengan maskawin perhiasan emas 24 gram dibayar tunai". Dan telingaku masih berdengung atas suara gemuruh hadirin mengucap kata "sah" kemudian penghulu memimpin doa "barakallah...."

Hari ini kita telah jauh melawati fase romantika, ketika semua kita tutup-tutupi demi indahnya perkawinan dan bangunan yang romantis. Tetapi rasanya hari-hari ini keindahan tetap ada dalam perkawinan kita.

Hari-hari ini kita telah memasuki fase realita yang oleh ahli perkawinan disebutkan bahwa "
fase ini dimulai dua tahun sesudah perkawinan sampai 25 tahun usia perkawinan. Umumnya, pada fase ini mulai pudar sikap romantis dan mulai terbukanya sifat atau watak asli yang dimiliki oleh masing-masing pasangan. Pada fase inilah segala kemungkinan yang tidak terduga sebelumnya bisa terjadi.

Tak semua aku meyakini pendapat ahli itu, mengapa ? karena kita telah mencoba realistis ketika kita masuki masa awal pernikahan ini. Maaf ini mungkin karena aku tak terlalu romantis. Kamu pasti ingat bagaimana ketika aku me-"nembakmu" dan mengajakmu menikah waktu itu bukan? Dan sampai hari ini kita menikmati keindahan realita itu.

Hari ini, sejenak aku ingin mengajakmu untuk mengenang romantika indahnya hubungan kita, yaitu perkawinan kita. Hari ini aku ingin mengingatkan untuk kita dalam menyiapkan diri menghadapi realita perkawinan itu sendiri. Hari ini aku ingin mengajakmu kembali meluruskan niat membangun sebuah perkawinan yang dilandasi keridhaan Alloh.

Aku selalu berharap pada Alloh agar aku menjadi suami yang baik dan bertanggung jawab, menjadi ayah yang mampu diteladani. Aku berdoa untukmu ; agar kamu mampu mengingatkan jika aku keliru, sebagaimana makmum mengingatkan imamnya dalam sholat, semoga aku dapat legowo dan iklas. Aku berdoa agar kamu bisa mencintaiku sebagaimana Khadijah mencintai Muhammad yang cintanya tak ternilai dengan harta, sebagaimana Aisyah binti Abu Bakar menyayangi Muhammad yang tak terkira sayangnya. Aku ingin kamu seperti mereka yang mencintaiku karena mengharap ridha Alloh dan Rosulnya.

Hari ini tujuh tahun sudah, Alloh telah mengamanahi 2 putri pada pernikahan kita, semoga kita mampu dan amanah mengurus mereka. Semoga usaha kita sejalan dengan doa yang selalu kita panjatkan "
Ya Tuhan kami, anugerahkan kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyejuk hati kami, dan jadikan kami imam bagi orang-orang yang bertakwa. Tuhan kami, jadikan kami berdua orang yang patuh kepada-Mu; jadikan keturunan kami ummat yang patuh kepada-Mu; tunjuk-kan kepada kami tempat-tempat ibadah haji kami; dan terimalah taubat kami, sesung-guhnya Engkau Yang Maha Menerima taubat dan Maha Penyayang.

Hari ini aku ingin mengucapkan terima kasih untukmu yang telah menemaniku dalam perkawinan ini.
Semoga berlanjut hingga kelak diantara orang-orang yang mencintai kita mengucap "innalillahi wainnailaihi raji'un" atas kepergian kita.

Selasa, 16 Juni 2009

apa arti sebuah nama

Aku pernah tanya dalam hati, kenapa Bapak kasih nama aku Suryono, bukan James Watt, bukan Ronaldo, bukan pula Muhammad Abdul Kodir Zaelany.
Kini aku telah mendapat jawabnya ; pertama suryono itu kepanjangan suryo dan ono, itu "tetenger" saat kelahiranku. Ketika fajar dipagi hari sang suryo mulai ada aku terlahir. kedua, orang tuaku berharap agar kelak aku bisa bermanfaat seperti sang suryo, betapa matahari sangat bermanfaat untuk dunia seisinya mulai dari makhluk melata sampai manusia yang jelita, mulai tumbuhan perdu sampai artis yang bersuara merdu. ketiga dalam namaku ada doa orang tuaku; agar kelak anaknya menjadi makhluk yang dicintai seisi bumi seperti matahari dirindu dikala senja diharap dipagi hari. Tentunya juga berharap dicintai penghuni langit/surga.
Matur nembah nuwun Ibu lan Bapak mugi do'a lan pinuwun panjenengan tansyah dipun ijabahi dining Gusti Alloh.