Rabu, 24 September 2014

Tuhan Mengirimi Kita Pemimpin, Sebagai Alat Visualisasi Belajar Bagi Kita


Pemimpin dalam konteks pemimpin organisasi dimana kita bekerja, acapkali merupakan sesuatu yang "given". Kita tak mampu memilihnya, kita hanya mampu mengikuti dan menjadi bawahan yang baik agar kondisi kita juga baik. Namun sejatinya dibalik itu semua, kita bisa mengambil pelajaran sikap dan perilaku yang dapat kita kembangkan, dan bermanfaat, hingga suatu saat tiba saatnya kita menjadi pemimpin meski dalam lingkup paling kecil sekalipun. Tuhan mengajari kita leadership melalui contoh-contoh aktual yaitu pemimpin yang kita punya. Sehingga Tuhan menginginkan kita menjadi pemimpin yang adil, yang membawa rahmat bagi semua alam, bukankan Tuhan memberikan beban tanggung jawab kita sebagai khalifah fil ard (pemimping di muka bumi ini)?

Satu ketika, pemimpin yang hadir di tengah-tengah kita terkesan, galak. Ia melihat segala sesuatu benar atau salah, kalau benar diapresiasi dengan caranya, dan kalaulah salah dia akan marah sejadi-jadinya, siapa yang ada di depannya menjadi sasaran amukannya. Kadang kita menjadi tegang di bawah kepemimpinannya. Ketegasannya seringkali membuat semua bergidik, bahkan malas berurusan kalau tidak penting-penting amat. Tahukah kawan, sejatinya dengan pemimpin seperti itu kita sedang diberikan pelajaran, bagaimana ketegasan itu cara yang "halal" dalam kepemimpinan. Ketegasan dan galak merupakan sisi yang berhimpit yang penting dalam sebuah kepemimpinan. Seorang pemimpin harus memiliki ketegasan dalam batas tertentu, sehingga apa yang dipimpinnya menurut dan dapat mencapai tujuan bersama yang di tetapkan.

Dalam suasana yang lain, kita mendapati pimpinan kita seorang yang rapi, tertib dan hati-hati dalam mengambil keputusan. Pekerjaan menjadi terasa lambat, karena sebelum memutuskan sesuatu Beliau terlebih dahulu bertanya "bagaimana dahulu memutuskan kasus seperti ini". Orang-orang lama ditanya dan diminta solusi. Keputusan menjadi sangat lambat dan organisasi kadang di komplain oleh kepentingan dari luar. Pemimping seperti ini kadang terlihat ragu. Dia akan sengan ketika sesuatu yang direkomendasikan sudah teruji dan berhasil.
Ketika seperti ini, tahukah bahwa sesungguhnya kita juga di hadapkan pada modul yang harus kita pelajari bahwa seorang pemimpin harus rapi, hati-hati dan perfect. Kepemimpinan tidak saja kuat dan tegas, tetapi harus rigid dan benar. Keputusan yang tepat atas setrategi yang tepat sangat dekat dengan tujuan yang kita capai, bahkan hasilnya bisa jadi excellence. Dari pemimpin ini kita belajar agar hati-hati dalam mengambil keputusan, dengarkan orang lain dan jangan tergesa-gesa.

Masa berganti, dan kita bertemu dengan pemimping yang sangat poeple oriented. Suasana kerja yang kekeluargaan, cara-cara komunikasi yang memanusiakan orang, hubungan yang hangat antar sesama komunitas apakah pimpinan atau anak buah. Target-target seperti menjadi tidak begitu penting, selain bagaimana diselesaikan secara bersama dan memberikan dampak kesejahteraan bersama bagi seluruh anggota tim. Pemimpin tipe ini seperti seorang bapak yang momong anak-anaknya. Meski kadang berat dalam pekerjaan type seperti ini biasanya disenangi anak buah. Ketika marah layaknya orang tua marah kepada anaknya, seketika itu dan besok sudah selesai. Pemimpin seperti ini menekan tetapi jenaka, memerintah tapi membimbing, menugaskan sekaligus mengajak serta.
Pelajaran yang dapat kita ambil adalah, bahwa seorang pemimpin itu ya pemomong. Dalam terminologi lain pemimpin itu adalah gembala, seorang gembala harus mampu mengayomi gembalaannya dari rasa takut atas intimidasi predator di luar sana. Hubungan interpersonal yang hangat dan manusiawi mempermudah bangunan sinergi dalam mewujudkan teamwork yang rapi dan kuat. Setiap orang di tautkan pada komitment terhadap organisasi dengan pendekatan hati oleh pemimpin type ini.

Bisa juga kita mendapati pemimpin yang sangat perhitungan, kaku dan memandang sesuatu atas dirinya prioritas atau tidak. Jika tidak prioritas dia tidak akan lakukan atau tidak akan diperintahkan kepada bawahannya, dan sebaliknya jika prioritas dia akan mengejarnya dan menekan kepada bawahannya. Type pemimpin seperti ini tidak terlalu repot karena penekannya pada bussiness as usual. Beliau akan bilang "itu bukan tugas kita, ga usah dikerjakan, biar orang lain saja" atau di lain waktu dia akan bilang " kamu kerjakan ini jangan kerjakan yang lain ini saja tugasmu". Perhitungan-perhitungan matematis dan logika-logika bermain dalam setiap kebijakannya. Keputusan diambil secara detail dengan dasar hitung-hitungan yang presisi. Ini yang mungkin menjadikan sosok pemimpin seperti ini tampak kaku.
Kawan, kita sampai pada type pemimpin ini, banyak yang suka ada pula yang tidak. Tetapi satu hal bahwa kita sedang diberikan pelajaran bahwa menjadi pemimpin itu harus pandai membuat prioritas-prioritas. Hitungan dengan data-data yang akurat harus ada untuk suatu keputusan yang strategis. Kita tidak boleh main-main dengan keputusan yang tidak berdasar.

Ok, kawan,, sampai disini kita harus mengambil satu kesimpulan, bahwa siapapun pemimpin yang ada di depan kita, dia adalah wujud atau visualisasi bagaimana Tuhan mengajarkan kita sikap-sikap baik seorang pemimpin. Mengapa demikian, karena memang setiap kita adalah dipersiapkan menjadi pemimpin yang baik di muka bumi ini. Pun kemudian ada pemimpin yang kurang baik atau ga enak dan menjadi bahan gosip karena setiap pemimpin itu juga manusia, yang masih memiliki predikat dosa dan salah.

by the way... Terima kasih Tuhan, semoga engkau karuniakan kami pemimpin yang adil.



Jumat, 05 September 2014

Sampai Batas Persaingan


Sekolah lanjutan atas menjadi kisah-kasih anak-anak manusia, dramatis dan kadang ceritanya semelankolis kisah cinta fitri, atau penuh intrik layaknya kisah ganteng-ganteng serigala. Maka tak heran kalo Obbie Mesakh menyatakan kisah paling indah itu di sekolah. Tapi aku tidak sedang atau akan berkisah tentang kisah cinta atau persaingan penuh intrik di sekolah itu. Aku hanya ingin bernostalgia dengan secuil kenangan di penghujung perpisahan dengan empat temen sekolah dulu. Manusia yang Tuhan kirimkan untukku yang kemudian menjadi motivasi tersendiri dalam mengarungi hidup ini.

Soal prestasi jangan tanya, mungkin aku di urutan lima besar entah (lima belas) atau (dua puluh lima) malah, aku tak begitu peduli karena memang rasanya saat sekolah dulu perkembangan IQ-ku saat itu sudah maksimal. Berbeda dengan temenku yang satu ini, Dwi Haryanto, lulusan terbaik menjadi predikat sejak di TK. Meski latar belakangnya dari keluarga petani menengah semangatnya menjadi yang terbaik tersimpan apik seperti misteri gunung merapi. Potensinya tak pernah ditunjukkan pada siapapun kalo dia adalah calon lulusan terbaik di akhir studinya. Seperti dalam kisah film Rambo di awal masa sekolah prestasinya biasa saja, kalah dengan cewek-cewek kutu buku, tapi di akhir studi keadaan berbalik dia menjadi teratas prestasinya. (biasa jagoan kalah duluan - kira-kira begitu dia berargumen - atau memang moodnya baru dateng). Hanya sayang soal asmaranya kandas dan menjadi dendam yang tak terbalaskan.

Berbeda lagi dengan Saridin, pria lesu yang setiap pagi kutemui sejak kelas satu. Tidak pernah beranjak dari bangku baris dua dari belakang, menundukkan kepalanya terlelap tidur kecapekan, begitu pemandangan kesehariannya di kelas. Sejatinya dia adalah pria enterpreuner yang mandiri dan ulet. Jadi suatu ketika aku menemuinya dalam keadaan yang keren dan maknyos itu adalah sebuah hasil dari proses metamorfosis "laku" lesu beberapa tahun lalu. Tampang lesunya tak lepas karena menggowes sepeda yang sarat dengan muatan yang segera di tukar rupiah di pasar. (sampe tulisan ini di tulis aku belum dapet update kondisi beliau saat ini). Haryati nama cewek pujaannya, mungkin yang menjadi semangat hidupnya kala itu. Dalam pandangannya, Haryati seindah Aryati-nya Ismail Marzuki yang mengejawantah menjadi "mawar asuhan rembulan"
Semangatnya luar biasa, secara pribadi menginspirasiku bahkan sampai hari ini hampir dua puluh tahun.

Satu lagi Iskandar, murid pindahan dari Sekayu - Sumatera Selatan, sepatunya mengkilat, bajunya rapi, rambutnya klimis, tapi selalu terbata-bata melafalkan bahasa Jawa. Dan lidahnya seperti mau ketelen setiap dia ngobrol dengan cewek-cewek favorit di kelas semacam Sukarti atau Arini. Bajunya yang rapi merepresentasikan anak kota, yang ada bibit flamboyan di ujung senyumnya, tak ayal jika perempuan-perempuan blingsatan melihatnya entah nafsu atau risih melihat cara jalannya. Mungkin dia yang jadi sarjana pertama dari kelas kami. Meski prestasinya biasa, tapi semangatnya mendukung cita-citanya menjadi sarjana cepat tercapai. Orangnya baik (apalagi sama cewek) itu yang menjadikan ia semakin tenar dengan cewek-cewek temen sekolah meski sudah lulus kontaknya tak putus.

Pada penghujung, perpisahan dari sekolah itu, berempat saling menantang "ayo sugih-sugihan" selepas dari sekolah. Rasanya tantangan ini seperti jumawa dan arogan, tetapi dengan parameter "sugih" itu adalah berangkat haji, maka rasanya tantangan ini terukur dan mungkin. Entahlah sampai saat ini kita berempat belum pernah ketemu lagi, tapi rasanya tantangan ini masih berlaku sampai batas persaingan ini adalah siapa yang "sugih" duluan dengan berangkat haji.

Ya Alloh Gusti, jadikan persahabatan ini menambah cinta kami kepada Penjenengan.