Kamis, 16 November 2017



TAMU IBRAHIM KHALILULLOH, DAN NILAI ADILUHUNG JMENGHORMATI TAMU
(Aruh, Gupuh, Rengkuh, Lungguh Lan Suguh)
oleh
suryono, lahir di jawa, merantau sejak dewasa

Sebagai orang jawa, sejak kecil saya diajarkan oleh orang tua saya untuk menghormati tamu. Entah dari kitab apa, setidaknya nilai-nilai ini secara temurun dituturkan sebagai nilai adiluhung dan panduan bagaimana menghormati tamu yang datang.

Pertama, “Aruh”, bermakna sapaan. Tamu yang datang hendaknya kita sapa dengan menjawab salamnya, mengajaknya bicara. Dalam keseharian bahasa jawa, kita sebut “dimanggakke”. Nilai ini berkaitan dengan bahasa lisan yang kita pakai ketika menerima tamu.

Kedua, “Gupuh”, menujukkan kesigapan, bersegara dalam menerima tamu. Nilai ini ditunjukkan melalui raut muka, eye contack, dan gesture yang kita tunjukkan kepada tamu. Rasa simpati dan empati terhadap tamu harus dikedepankan, dikenal atau tidak dikenal tamu tersebut kita berikan penghormatan secara “gupuh”.

Ketiga, “Rengkuh”, Ketika gupuh dalam wilayah visualisasi, maka rengkuh sudah memasuki wilayah aksi dan interaksi terhadap tamu. Jabat Tangan adalah simbul “rengkuh” yang awam. Sebagian cium tangan, cium pipi kiri dan kanan  (khusus sejenis), cium kening untuk anak-anak kita, adalah bentuk rengkuh, yang merupakan nilai pemuliaan tamu.

Keempat, “lungguh”, penghormatan kepada tamu adalah memberikan tamu tempat dan waktu untuk duduk. Tidak dibiarkan menunggu, berdiri dan tidak nyaman. “Palungguhan” untuk tempat dan ruang lungguh/duduk dalam estetika jawa juga mempunyai derajat yang berbeda sesuai “kalungguhan” atau kedudukan sang tamu. Tingkat urgensi tamu dan “kewigatian” pesan yang akan disampaikan sang tamu akan membedakan dimana tamu diberi tempat untuk lungguh. Tamu biasa akan diterima di teras, tamu agak serius dibawa ke ruang tamu dalam, dan tamu yang lebih serius bisa jadi akan diajak ke ruang yang lebih khusus untuk “lungguh” menyampaikan pesannya. Kata kuncinya adalah setiap tamu, siapapun wajib mendapatkan tempat “lungguh”.

Terakhir, kelima adalah “suguh”, Sebagai tuan rumah yang baik adalah memberikan tamu suguhan yang istimewa. Suguhan yang diberikan tentu saja makanan atau minuman terbaik. Suguhan disajikan dengan cara yang baik, didekatkan kepada tamu dan selanjutnya dipersilakan untuk menikmatinya (diaturke). Menyiapkan suguhan juga sebaiknya tidak ribut, ramai terdengar mengaduk kopi atau menggoreng makanan.
Ini semua adalah bentuk komunikasi penghormatan kepada tamu, yang secara terus ditularkan antar generasi di lingkungan jawa. Saya mendapatkannya nilai-nilai ini sejak kecil. Saya tidak pernah meneliti ini dari sumber manuskrip apa, siapa yang mengarang, kami hanya diminta para sepuh untuk mengamalkan “laku”  adiluhung tersebut.
*****

Sahabat-sahabat sekalian, ternyata jauh sebelum jaman peradaban di Jawa atau bahkan dimuka bumi ini. Ketika sebagain penduduk bumi belum berpakaian,  Ibrahim Khalilulloh yang dikenal dengan Bapaknya para nabi telah dengan begitu santun, tawadhu, dan ramah menghormati tamunya. Pelajaran indah bagaimana menghormati tamu terlukis abadi dalam Al-Quran surah  Adz Dzariyaat ayat 24-27 juga dimuat dalam surat Huud ayat ke-69 (masya Alloh).

Mari kita singkap bagaimana Quran detail menggambarkan Nabi Ibrahim memuliakan tamunya,  Q:S Adz Dzariyaat ayat 24-27

24 Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tentang tamu Ibrahim (yaitu malaikat-malaikat) yang dimuliakan?

25 (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan: "Salaamun". Ibrahim menjawab: "Salaamun (kamu) adalah orang-orang yang tidak dikenal."

Betapa Nabi Ibrahim tetep menjawab salam dengan santun meskipun dia tidak mengenal tamu yang datang kepadanya. Salam yang dijawab setara dengan salam yang disampaikan oleh tamunya, inilah salam yang Kanjeng Nabi Muhammad S.A.W  perintahkan kepada kita sebagai muslim, “tebarkan salam”, salam yang setara atau lebih baik.

26. Maka dia pergi dengan diam-diam menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk.

Dua pelajaran penting disini, pertama, “diam-diam”, artinya beliau tidak ingin “mengganggu” tamunya  tahu bahwa dia repot membuat hidangan sehingga tamunya merasa tidak enak. Kebalikan kita kadang malah dari ruang tamu teriak “inem, kopinya ya dua” – na’uzubillah. Pelajaran kedua adalah “dibawanya daging anak sapi gemuk”. Ini adalah sebuah symbol hidangan kelas wahid yang istimewa dan luar biasa.

27. Lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim lalu berkata: "Silahkan anda makan."

Lagi-lagi pelajaran yang luar biasa, tamu yang tidak dikenalnya tadi dihidangi makanan yang istimewa. Di sini kita mendapat pelajaran cara menghidangkan makanan adalah dengan mendekatkan hidangan kepada tamu. Dan terpenting selanjutnya “dimanggakke” yaitu dalam nukilan ayat diatas nabi Ibrahim berkata “silahkan anda makan”. Masya Alloh.

Betapa santun, beradap, luhur dan indah Islam mengajari kita menghormati tamu. Kanjeng Nabi Ibrahim yang mendapati tamu tak dikenal, dalam kondisi yang mendadak, beliau tetap memberikan jamuan yang luar biasa. Belakangan dalam ayat lanjutannya sang tamu adalah para malaikat yang diutus Alloh memberikan kabar gembira dengan akan hamilnya Ibunda Sarah, yang telah divonis mandul dan tua, kelak akan melahirkan Ishak, dan putranya Ya’kub dan selanjutnya para nabi pemimpin ummat.

Dua hal ini adalah sesuatu yang “jumbuh” atau klop, sama-sama baik dan merupakan ajaran langsung dari langit. Sudah semestinya kita memuliakan tamu kita, sebagaimana dawuh kanjeng Nabi Muhammad S.A.W sebagaimana potongan hadits ini ““Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Wallohua’lam
Subhanalloh walhamdulillah

Samarinda, Rabu Wekasan, Safar 1438, 15.11.17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar