Jumat, 15 September 2023

Menempatkan Keris Di Ruang Budaya dan Keyakinan Kita

 


Sejak akhir kejayaan Majapahit, mulai masuknya islam di Nusantara, nilai-nilai islam mulai berasimilasi dengan budaya Nusantara. Raja-raja Jawa saat itu dan para wali pendakwah agama Islam memiliki peran dalam penyebaran budaya islam ini. Tidak saja pada kehidupan keberagamaan penduduk nusantara tetapi juga dalam desain benda budaya, seni dan pusaka diantaranya adalah keris. Desain warangka, dapur (bentuk bilah) dan pamor (motif bilah) keris termasuk yang diwarnai oleh budaya islam. Warangka berbentuk wulan tumanggal (bulan sabit) ini, salah satunya yang mana bulan sabit yang khas timur tengah (baca islam) menjadi begitu indah dalam desain warangka keris.

Ironinya keris sebagai budaya adi luhung Nusantara menjadi terdegradasi secara fisik dan budaya. Keris dituduh dekat dengan sirik, klenik dan kurafat lainnya. Padahal keris sebebagai benda budaya yang sekaligus pusaka, (jika boleh) saya sandingkan seperti pedang, mandau, golok, badhik, bahkan pistol adalah ageman (pakaian), sebagai sipat kandel (penebal rasa percaya diri), untuk berjaga diri. Sebagai pakaian keris saat itu mungkin setara dengan pistol bagi Polisi atau HP buat kita. Buat kita yang sering onlen, di jaman ini kita sering merasa kurang percaya diri kalau tidak membawa HP, nah mungkin itu yang dirasakan orang dahulu kalu tidak membawa atau tidak memiliki keris. Jangan ditanya harga keris saat itu, jauh diatas HP Iphone terbaik saat ini, konon saat itu keris biasa setara harganya dengan dua ekor sapi dewasa.

Semestinya pengertian bahwa keris menjadi pakaian kepercayaan diri, bukan menyandarkan pada kekuatan keris.  Pemilik keris sebenarnya hanya berikhtiar bahwa keris adalah bagian dari menjaga diri dari serangan musuh, dan ini tentu wajib bagi orang beriman.

Terdegradasinya keris dari budaya bangsa ini tidak lepas dari orang kita sendiri, yang membabi buta mempercayai “isotheri” (nilai tak terlihat) sebilah keris, bahkan melebihi kekuatan Gusti Alloh. Perlakuan keris dengan aneka upacara yang juga melebihi upacara kita kepada Gusti. Dan lebih parahnya lagi banyak orang-orang yang meminta kepada keris permintaan yang semestinya dipanjatkan kepada Gusti Alloh. Kesesatan inilah yang mendowngrade keris dan membuat sebagian orang melihat keris adalah barang pelengkap ritual sirik, khurafat dan tahayul sampai-sampai ada yang memusnahkannya dengan memotong menggergajinya. Semestinya para da’I, ulama dan kyai nusantara yang menggergaji pemikiran sesat pemuja keris, bukan memusnahkan keris sebagai benda yang adalah hasil cipta karya manusia dengan high technology di jamanya.

Sebagai pribadi, kecintaan saya kepada keris, adalah refleksi kecintaan saya pada nusantara. Betapa di nusantara yang katanya masih terbelakang dan selalu terjajah, faktanya ada teknologi besi tempa yang begitu indah dan kuat. Peralatan music jawa (gamelan) dan keris nusantara setidaknya menjadi bukti budaya adiluhung pernah berjaya di nusantara. Agama sebagai sisi keyakinan untuk mengatur hubungan jalma dan Pencipta seyogyanya tidak dibenturkan dengan budaya. Karena agama telah jelas mengatur mana haq dan mana bathil, dan mana yang mubah dilakukan manusia. 

Keris yang terbuat dari logam besi, emas, batuan, metorit dan lain sebagainya yang ditempa dengan tenaga manusia. Proses pembuatan keris yang dilakukan dalam keadaan suci dan dalam balutan doa disetiap nafas dan tempaan empu dan cantrik-cantriknya, mulai dari awal desain hingga proses jamasan dan warangka selesai, hingga keris berguna dan berparas indah. Keris dengan bahan “besi” menjadi salah satu pembenar ayat Alloh “Dan Kami menciptakan besi yang mempunyai kekuatan, hebat dan banyak manfaat bagi manusia, dan agar Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya walaupun (Allah) tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Mahakuat, Mahaperkasa (QS : Al Hadid ayat 25).

Wallohu’alam.

 #asnperekatbangsa #kerisindonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar